Lihat ke Halaman Asli

Alosius GonsagaNo

Cinta kebijaksanaan

Cara Baru Memahami Cinta

Diperbarui: 30 April 2021   21:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Cinta adalah sebuah kata yang sering dipahami dan dihayati secara berbeda. Perbedaan ukuran penghayatan dapat dilihat melalui sejauh mana pemahaman seseorang tentang arti kata cinta itu sendiri. Konsekuensinya, kita menemukan banyak versi dalam mengartikan kata cinta. Lalu kita mungkin bertanya apa itu cinta? 

Berbicara tentang cinta, tentu sangatlah sukar untuk bisa sampai pada definisi yang pasti tentang arti cinta itu sendiri. Mengapa demikian? Salah satu alasan yang bisa diberikan adalah bahwa setiap orang selalu berusaha untuk memahami arti cinta itu sejauh pengalamannya akan cinta itu sendiri. Semakin dalam pengalamannya akan cinta, tentu akan semakin dalam pula penghayatan dan pemahamannya tentang cinta. 

Berada dalam paradigma yang demikian, maka saya ingin menjelaskan konsep cinta dalam perspektif Robert Spaemann (filsuf) Spaemann memahami cinta dalam bukusan kebaikan hati. Baginya cinta dan kebaikan hati merupakan satu hal yang tak terpisahkan, cinta selalu tertuju kepada kebaikan hati. 

Atau dalam kata lain, kebaikan hati menjadi semacam penggerak yang menggerakkan orang untuk mencintai. Karena itu, cinta itu selalu berarti cinta kebaikan hati atau bahasa kerennya amor binevolentia. Cinta bukan hanya sekedar ungkapan perasaan atau dorongan tertentu, melakukan ungkapan kebaikan hati (bonevolence). 

Bagi Spaeman, cinta kebaikan hati selalu bergerak ke 'sana' artinya bergerak keluar dari dalam dirinya menuju kepada orang lain. Cinta kebaikan hati tidak dibatasi oleh batasan tertentu yang memungkinkan diriku mencintai demi diriku sendiri, tetapi bergerak lebih jauh melampauinya. Lalu jika kita mencintai demi dirinya apakah kita tidak boleh mencintai diri kita sendiri? Tentu tidak demikian. 

Untuk menjelaskan hal ini, saya bertolak dari salah satu ungkapan dalam bahasa Latin nemo dat quod non haber yang berarti saya tidak dapat memberi apa yang tidak saya miliki. Dengan demikian dapat dilihat bahwa seseorang perlu terlebih dahulu mencintai diri sendiri untuk dapat mencintai orang lain. diri sendiri untuk dapat mencintai orang lain. 

Seseorang tidak mungkin bisa mencintai orang lain bila ia tidak mencintai dirinya terlebih dahulu. Mencintai diri sendiri dan mencintai orang lain merupakan dua hal yang berkaitan (Koheren) atau sejalan. Mencintai diri sendiri menjadi landasan dasar untuk mencintai orang lain. Semakin orang mampu mencintai dirinya, corak gerak cintanya akan semakin ke 'sana'.

Kesimpulan dari artikel ini adalah bahwa bagi Spaeman, cinta itu selalu cinta dalam kebaikan hati yang bergerak ke 'sana' kepada orang lain dengan terlebih dahulu mencintai dirinya sendiri karena semakin seseorang mampu mencintainya maka corak gerak cintanya akan selalu dan semakin ke 'sana'.

Relevansi:

Dengan paham cinta yang disumbangkan oleh Spaeman, orang akan mampu mencintai dirinya dan orang lain dengan totalitas. Orang mencintai orang lain bukan karena hasrat demi diri sendiri. Orang mencintai bukan karena sekedar menghargai dorongan hasrat dari dirinya. Orang mampu mencintai tanpa ada batasan tertentu (warna kulit, ras, paham agama, politik dan lain sebaginya) tetapi mampu mencintai siapa saja.

Sumber: Melangkah Dengan Akal Budi, Karsa, Dan Karya

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline