Lihat ke Halaman Asli

Gerakan Milenial untuk Kedaulatan Pertanian Indonesia

Diperbarui: 8 Maret 2019   23:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Indonesia meruapakan negara yang kaya akan keragaman hayati baik hewan, tumbuhan maupun tanaman budidaya. Karenanya Indoensia juga dikenal dengan negara yang agraris. Indonesia juga memiliki ribuan benih yang telah terlokalisasi sesuai dengan kultur daerahnya masing-masing. Benih ini kemudian disebut dengan benih lokal.

Benih lokal mempunyai beberapa keunggulan dan kekurangan. Keunggulan benih lokal adalah benih sudah terspesialisasi dengan daerah khusus sehingga benih tersebut lebih tahan akan hama dan penyakit. Selain itu, rasa yang ditawarkan dari benih lokal lebih enak daripada benih rakitan atau hibrida yang banyak beredar sekarang. 

Bahkan ada beberapa benih lokal yang mempunyai roduktivitas yang lebih tinggi. Manfaat tidak langsung dari benih lokal adalah sebagai sumber gen yang dapat digunakan untuk merakit varietas unggul dengan produktivitas tinggi dan dapat bertahan dari penyakit tanaman yang ada. Sementara ketika satu sumber daya gen telah punah maka akan sangat sulit untuk dibuatnya kembali atau bisa dikatakan mustahil.

Kekurangan benih lokal yaitu umur relatif panjang dan anakan relatif sedikit. Karenanya produktivitas nasional sangat kurang. Hal ini yang membuat pemerintah meluncurkan revolusi hijau yang mengarah pada penggunaan varietas yang mampu menyerap pupuk kimia dan umur relatif pendek.

Akibat nyata dari revolusi hijau adalah hilangnya varietas lokal yang ada di masyarakat. Selain itu, penggunaan pupuk kimia dan bahan kimia lainnya sudah mersusak lingkungan pertanian. Penyakitpun semakin berevousi menjadi tidak dapat dikendalikan sementara dengan hilangnya benih lokal akan sulit mengembangkan varietas baru lagi karena sumber gennya telah hilang. 

Dampak tidak langsung dirasakan oleh patani adalah ketergantungan pupuk kimia, racun serangga dan herbisida ataupun antimikroba. Selain itu, beredarlah benih hibrida yang mengharuskan petani untuk membelinya setiap kali akan menanam. Karena benih hibrida akan sangat menurun produktivitasnya ketika ditanam kembali dan kualitas benih hibrida kadang tidak sesuai dengan kondisi alam dan hama penyakit yang ada. 

Ditambah lagi varietas unggul yang disebarkan pemerintah telah lama ditanam petani secara luas dan terus menerus tanpa ada pergantina penanman secara berkala sehingga varietas tersebut menurun pula kualitasnya dan hama penyakit tidak bisa terkontrol.

Generasi milenial yang dipelopori oleh mahasiswa dari UIN Malang dan Universitas Jember mencoba untuk mengumpulkan kembali kekayaan genetik yang masih ada. 

Memanfaatkan media sosial mereka mengumpulkan petani, orang dan pemerhati benih dari seluruh pelosok indonesia untuk mendapatkan benih benih tersebut. Namun, pengumpulan benih hanya akan menyelesaikan satu masalah, sementara petani masih ketergantungan benih, pupuk dan pestisida lainnya. Untuk itulah dibentuk sebuah forum yang dinamakan forum Benih Lokal Berdaulat (BLB) dan Koperasi Benih Kita Indonesia (KOBETA).

Gerakan Milenial

Generasi milenial meruapakan generasi dengan usia antara 17-35 tahun. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, generasi milenial aktif dalam memanfaatkan teknologi informasi unuk membangun jejaring sosial. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline