Masing-masing kita tentu saja memiliki buku bacaan favorit. Saya sebut favorit karena biasanya buku tersebut senantiasa kita baca, tidak cuma di bulan tertentu saja, tapi sepanjang tahun. Namanya buku favorit, kita bisa saja membaca buku tersebut, tidak bosan-bosannya. Bahkan, boleh jadi, sebagian isinya sudah bisa kita hafal di luar kepala.
Saya sendiri memiliki beberapa buku favorit, seperti Istanbul-nya Orhan Pamuk; Einstein-nya Walter Isaacson, Pesan Tanda dan Makna-nya Marcel Danesi, dan beberapa karya Robert Harris. Buku karya Danesi bahkan beberapa kali saya bawa untuk menemani perjalanan saya ke luar kota. Soalnya, buku ini termasuk buku yang mencerahkan bagi saya, selaku peminat komunikasi dan tulisan satir. Bisa dibilang inilah buku teoritis yang tidak pernah bosan saya baca.
Ketika 'mengurung diri' di kamar mandi untuk BAB, buku Danesi ini dengan setia menemani saya. Saya bahkan bisa menghabiskan beberapa halaman, termasuk bagian yang sudah sering saya baca, saking menikmati ulasan dari profesor semiotika dan antropologi linguistik dari Universitas Toronto, itu. Buku ini pula yang saya bolak-balik ketika sedang rebahan di tempat tidur. Padahal, jika dipikir-pikir, inilah satu-satunya buku Danesi yang saya miliki.
Buku karya Isaacson saya punya dua biji, yaitu biografi Steve Jobs dan Einstein. Begitu pula karya Robert Harris, saya memiliki trilogi Imperium, Conspirata, dan Dictator. Novel politik berlatar politik di Romawi Kuno itu mengisahkan tentang kehidupan Marcus Tullius Cicero, salah seorang politikus dan orator hebat yang pernah dimiliki Roma. Membaca novel ini laksana kita membaca buku sejarah populer. Sebab, hampir semua nama tokoh, tempat dan urutan kejadian, berpijak pada data sejarah.
Satu lagi penulis yang bukunya saya koleksi adalah Sam Djang. Ia adalah penulis novel dan puisi, dan menaruh minat yang cukup serius pada sejarah, terutama kehidupan pemimpin Mongol, Genghis Khan. Ya, dia menulis 'novel sejarah' yang diakuinya hampir 90 persen isinya berpijak pada data sejarah. Sama seperti novel Robert Harris, membaca karya Sam Djang ini seperti laiknya kita sedang menenggelamkan diri membaca bukua sejarah.
Setidaknya itulah beberapa buku yang kerap saya bolak-balik selama ramadan, terutama saat sedang rebahan sebelum tidur siang atau ketika 'menyendiri' di kamar mandi. Bagi saya membaca buku sama dengan melakukan petualangan dan saya selalu menikmatinya dengan riang gembira. Itulah kenapa setiap ke kamar mandi, saya pasti membawa salah satu buku tersebut, atau buku lain yang kebetulan dekat dengan jangkauan. Memang, belakangan ini, kebiasaan membawa buku ke kamar mandi sudah tergantikan dengan gadget. Itu pun untuk membaca buku (e-book), terutama dari aplikasi milik pemerintah (perpustakaan nasional), iPusnas.
Buku, lebih tepatnya novel, yang sedang saya baca adalah Sang Informasn (The Whisler) karya John Grisham. Saya sudah lama jatuh cinta pada karya-karya novelis yang mantan politikus dan pensiunan pengacara Amerika itu. Ia dikenal karena karya-karyanya yang berhubungan dengan hukum. Sebelum menikmati Sang Informan, sebenarnya saya sedang membaca Pulau Camino. Hanya saja, setelah lebih sebulan saya tidak membuka aplikasi iPusnas, buku tersebut ditarik otomatis oleh sistem. Di iPusnas, masa pinjam sebuah buku sama seperti di pustaka fisik: seminggu.
Nah, jika kita tidak mengembalikan buku tersebut setelah seminggu, maka oleh sistem buku tersebut ditarik otomatis. Soalnya, banyak peminjam lain sedang antri menunggu buku tersebut. Karena sudah lama tidak saya baca, jadinya lupa sudah sampai di halaman berapa. Untuk membaca lagi dari awal, tentu saja bikin malas. Jika terpaksa melanjutkan membaca di halaman berapa saja, kita akan kehilangan sambungan cerita.
Karena itu, saya memutuskan meminjam buku lain, Sang Informan. Buku ini baru bagian awal saya baca. Jadi, bisa dibilang, inilah buku yang sedang saya baca sekarang ini. Bukan buku fisik, tapi e-book. Buku yang saya pinjam dari aplikasi iPusnas yang sangat membantu pecinta buku seperti saya, ketika harga buku begitu mahalnya. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H