Lihat ke Halaman Asli

Taufik Al Mubarak

TERVERIFIKASI

Tukang Nongkrong

Nostalgia Masa Kecil di Bulan Ramadan

Diperbarui: 2 April 2023   23:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi anak di dayah/Dokpri

Saya pikir masing-masing kita memiliki ingatan tentang bagaimana kita menjalani ibadah ramadan di masa kecil. Dan, ingatan itu tentu saja sangat sulit untuk kita lupakan serta untuk kita ulangi lagi. Ada banyak sekali nostalgia indah yang tidak mungkin diulangi lagi. Ia hanya menjadi kenangan yang memiliki tempat tersendiri di dalam memori kita.

Nostalgia itu tentu saja berbeda-beda bagi tiap orang. Orang di kota tentu saja memiliki memori yang berbeda dengan mereka yang berada di pelosok desa, begitu juga sebaliknya. Dan, semua kita begitu menikmati masa kecil itu dan berharap ia tidak punah dari ingatan kita.

Saya sendiri, misalnya, memiliki beberapa kenangan menjalani puasa ramadan di masa kecil. Orang tua kita selalu memberi dorongan semangat agar kita mau menjalani ibadah puasa. Dorongan ini bisa berupa menu makanan berbuka yang membuat liur kita meleleh; janji bakal dibeli baju dan celana baru sangat bagus; atau iming-iming uang jika kita sanggup menjalani ibadah puasa secara penuh sampai waktu berbuka.

Saya ingat, dulunya, pernah dijanjikan bakal diberi uang Rp50 jika sanggup berpuasa selama setengah hari, dan Rp100 jika mampu berpuasa secara full hingga waktu berbuka tiba. Sebagai anak kecil yang memiliki impian memiliki uang hari raya lebih banyak dari anak lain, saya tentu saja begitu bersemangat. Jika sanggup berpuasa selama 20 hari secara penuh, berarti kita akan mendapatkan uang Rp 2000. Di tahun 1987-88 uang sebanyak itu tentu saja sudah banyak sekali.

Sebagai anak kecil, uang Rp 2000, kita bisa membeli mie instan yang dimakan mentah yang harganya Rp50, atau membeli senjata mainan seharga Rp 1000. Pokoknya dengan uang rewards berpuasa dari orang tua, kita sudah bisa membeli barang dan makanan yang kita inginkan. Itu tentu saja belum termasuk uang dari kakek-nenek dan kerabat dekat maupun jauh. 

Satu lagi pengalaman yang tidak terlupakan menjalani ibadah puasa di masa kecil adalah jalan-jalan sehabis Salat Subuh. Saat saya masih kecil, kegiatan jalan-jalan seusai Salat Subuh itu disebut dengan 'Asmara Subuh'. Muda-mudi dari berbagai kampung tumpah ruah ke jalan utama yang menghubungkan beberapa kampung. Jalanan dipenuhi dengan wanita bermukena putih dan lelaki berkain sarung dan peci. 

Dalam kegiatan itu, kita bisa berjalan hingga puluhan kilometer jaraknya, melewati beberapa kampung sekaligus. Tidak ada rasa capek dan lelah sama sekali. Soalnya, hal itu dilakukan secara beramai-ramai, melibatkan muda-mudi dari banyak kampung. Saat kegiatan 'Asmara Subuh' itulah kita kadang berjumpa dengan kawan sekolah yang berbeda kampung. Di situlah asyiknya. Apalagi jika berjumpa dengan teman cewek sekelas dari kampung berbeda. Senang bukan main.

Selain itu, di saat ramadan, kami para anak lelaki tanggung ini jarang tidur malam. Soalnya di Menasah ada kegiatan tadarus Al Quran. Para anak lelaki mengaji hingga larut malam di Menasah menggunakan pengeras suara. Kegiatan tadarus Al Quran ini baru berhenti menjelang waktu sahur. 

Suara anak-anak mengaji ini bersahut-sahutan dari satu surau ke surau lain. Anak-anak ini seperti sedang berkompetisi mengaji. Mereka ingin memperlihatkan kemampuan mengaji serta besarnya suara dari pengeras suara milik kampungnya. Biasanya para orang tua mendengar anak-anak ini mengaji dari rumah masing-masing. Mereka biasanya akan bangga jika anak mereka dapat mengaji dengan bagus dan lancar. Betapa indah masa kecil saya ini. 

Begitulah nostalgia masa kecil saya saat ramadan. Apakah masa kecil kalian lebih indah dari masa kecil saya? Silakan tulis di kolom komentar. []

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline