Ada apa dengan Presiden Prabowo yang baru saja melontarkan gagasan untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah, gubernur, bupati, dan walikota ke DPRD, Pilkada tidak lagi dipilih oleh rakyat tetapi dipilih oleh DPRD masing-masing?
Memang betul bahwa biaya Pilkada itu sangat mahal namun Pilkada serentak baru saja selesai dan Pilkada berikutnya lima tahun lagi. Masih sangat banyak sekali hal-hal yang perlu diselesaikan mulai dari prospek pertumbuhan ekonomi, utang negara, BUMN, kemiskinan dan kesempatan kerja, korupsi dan penegakan hukum, dan, banyak lagi. Atmosfir adanya agenda tersembunyi Presiden Prabowo mulai dirasakan oleh banyak orang.
Aroma ini kelihatanya diendus oleh Prof Mahfud M.D. di sela-sela Seminar Hukum di UII, Yogyakarta, 13 Desember 2024, yang antara lain menyatakan bahwa inisiatif untuk mengembalikan Pilkada ke DPRD perlu dikaji secara seksama. Rasanya Pak Mahfud mangantisipasi bahwa aroma peralihan itu tidak sesederhana, alasan biaya yang sangat mahal, seperti yang banyak diperkirakan oleh publik.
Memang betul jika inisiatif ini mulus di DPR biaya Pilkada dapat ditekan. Namun, lebih spektakuler lagi, Partai Gerindra dan lebih-lebih lagi Koalisi Indonesia Maju (KIM) akan menguasai sebagian besar dan bahkan berpeluang seluruh pemerintah daerah. Situasinya menjadi lebih menggelegar jika dalam waktu yang bersamaan inisiatif beberapa pihak termasuk Presiden Prabowo sendiri untuk kembali ke UUD NRI 1945 asli disahkan oleh MPR, dengan implikasi Presiden dipilih oleh MPR dan MPR terdiri dari DPR ditambah utusan golongan termasuk para kepala daerah.
Lebih jauh lagi, untuk lebih meperkuat cengkraman ke kepala daerah norma pada UU Pilkada baru seperti "Pasangan Calon gubernur, bupati, dan walikota dipilih langsung oleh DPRD masing-masing," dapat saja juga dibuat beberapa norma pendukung yang memungkinkan Presiden dan/atau Parpol dan/atau gabungan Parpol memberhentikan kepala daerah dan menggantinya dengan kepala daerah baru yang ditunjuk oleh Presiden dan/atau Parpol dan/atau gabungan Parpol. Ini satu nafas dengan yang pernah ada di rezim Orde Baru.
Publik menunggu penjelasan lebih lanjut dari Presiden Prabowo. Diatasnya, sebetulnya, Publik lebih menginginkan adanya solusi atas penyakit dalam kronis bangsa, yang sangat menghambat pembangunan dan kemjuan bangsa, yaitu "Politik Uang" yang sangat sulit untuk ditolak oleh "Pemilih Norak."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H