Lihat ke Halaman Asli

Kang Mizan

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pemilu 2024, Sandingan Karakter Nabi Sulaiman AS dengan Hakim Konstitusi

Diperbarui: 18 Juli 2022   11:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Credit: GettyImages

Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Demikian frasa luhur yang tayang dihalaman depan setiap putusan Mahkamah Konstitusi. Frasa  ini  menyiratkan perintah spiritual konstitusi untuk para Hakim Konstitusi dalam menangani perkara konstitusional. Perkara yang menguji formalitas dan materi pasal-pasal undang-undang atas undang-undang dasar tahun 1945.

Hakim Konstitusi diwajibkan untuk menangani perkara konstitusi seadil-adilnya. Hakim konstitusi juga Fardhu Ain sifatnya untuk secara sungguh dan menggunakan berbagai sumber-sumber langkah yang ada dalam mencari kebenaran untuk Panca Sila dan NKRI harga mati. Sungguh Sangat Mulia heroik!

Nuansa Hakim Konstitusi yang demikian mengingatkan penulis dengan kisah Nabi Sulaiman Alaihis Salam yang disampaikan oleh emak penulis lebih dari 50 tahun yang silam. Menurut emak penulis, ini merupakan kasus perkara dua orang emak-emak yang memperebutkan seorang bayi. 

Nabi Sulaiman AS, dengan merujuk ke berbagai kasus serupa terdahulu, hampir saja kehilangan akal dan frustasi untuk membedakan mana ibu asli dan mana yang ibu palsu. Alahuakbar. Alhamdulilah. Pintu putusan yang adil ditemukan oleh Baginda Nabi Sulaiman AS. Demikian, emak penulis memulai kisahnya, di suatu siang dengan hembusan angin yang sepoi-sepoi basah.

Catatan, kisah nabi Sulaiman atau Prophet Solomon, ini penulis pernah juga dengar dari sahabat yang berlainan iman, dan, persisnya, sahabat kristiani penulis.

Nabi Sulaiman, menurut empunye kise ini, segera menghunus pedangnya yang gemerincing dan berkilau karena sangat tajam. Bayi ini akan saya potong menjadi dua!, sabda Beliau. Satu potong untuk emak ini dan satu potong lagi untuk emak itu. Si emak palsu langsung saja berkata "segera lakukan Baginda Sulaiman ". "Aifealha ealaa alfawr 'ayuha almalik sulayman"

Tetapi, emak asli seraya menangis meraung-raung dan bersujud di kaki Baginda Nabi, berkata, yang kira-kira berbunyi "Jangan 

Baginda, betul saya emak palsu dan dia emak asli. Hukumlah saya seberat-beratnya dan berikan bayi ini untuk ibu itu." "la takun ealaa sawab 'ana 'umu muzayafat wahi 'umun haqiqiatu." "Eqabani bishidat wa'ueti altifl li'umin."

Ya ampun! Merinding bulu roma qu. DR Ahmad Yani, Ketum Partai Masyumi, mengatakan bahwa Hakim Konstitusi mengingkari hak rakyat yang tertuang dalam Pembukaan UUD tahun 1945 (FusllatNews). Lebih galak lagi, Rocky Gerung memplesetkan singkatan MK menjadi Mahkamah Kedunguan dan Prof Yusril mengatakan bahwa Hakim Konstitusi adalah anteknya Oligarki. 

Ini tuduhan yang super serius. Kenapa? Oligark itu adalah orang yang sangat kaya yang menggunakan kekayaanya dalam dunia politik. Tujuan oligark, menurut Prof Winters, hanyalah semata-mata mempertahankan kekayaan nya. Dengan demikian, patut diduga para oligark itu tidak memiliki sense of nationalism apalagi sense of heroism. Tentu ini kurang lebih setara dengan narasi "Indonesia lenyap sebelum tahun 2030", bukan lah urusan para oligark itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline