Anakku sudah satu minggu ini berada di rumah. Dia yang sedang menempuh kuliah di suatu PTN di Yogyakarta memilih untuk berkumpul kembali dengan kami di Bogor dalam kondisi Ayo dirumah yang sangat tidak menentu ini. Belum ada kepastian kapan dia harus kembali ke Yogyakarta.
Beberapa kali kami mengobrol tentang kegiatan kuliah nya. Mulai dari kebiasaan hidup sehari-harinya hingga beberapa orang dosen nya yang sering tidak masuk dan datang hanya memberikan tugas saja. Beberapa orang dosen itu menurutnya sedang mengerjakan beberapa proyek pemerintah.
Kuliah Daring
Ketika penulis tanyakan apakah tugas-tugas itu diperiksa dan diberikan nilai yang dijawabnya tidak pernah tahu apakah itu diperiksa dan/atau digunakan sebagai bahan penilaian.
Hal yang serupa, tugas tidak diperiksa apalagi diberikan ulasan dan/atau tanggapan yang cukup, juga berlaku untuk semua dosen nya yang umumnya tidak pernah absen dalam datang ke kampus dan memberikan perkuliahan.
Sekarang anak kami itu kuliah dalam jaringan atau distant learning dengan menggunakan jaringan internet. Semua dosen dari delapan mata kuliah dengan total 20 kredit yang diambilnya untuk semester ini pada prinsipnya hanya memberikan tugas atau assignments dalam bahasa universal akademis.
Tugas itu hampir semua sudah dikerjakan nya dan diunggah ke Google Drive masing-masing dosen. URL link dari tugas yang sudah diunggah (upload) ini kemudian dikirim ke masing-masing dosen tersebut.
Kelihatannya sama seperti kuliah tatap muka, tugas-tugas tersebut terbenam tanpa ada sedikit feedbacks kepada para mahasiswa. Ini sebetulnya dosa yang sangat serius tetapi tidak disadari oleh para dosen kita itu dan mungkin juga oleh pemerintah termasuk Mas Menteri Nadiem. Dalam kaitan ini, pengamat pendidikan kondang, Indra Chrismiadji, menulis:
4 Pilar Pendidikan UNESCO
Coba kita perhatikan 4 pilar pendidikan yang disusun oleh UNESCO, yang disajikan oleh Mas Chris dalam URl link artikel diatas. Empat pilar UNESCO seperti yang disajikan oleh Mas Indra Chrismiadji ini adalah: (i) Learning to Know (belajar untuk mengetahui); (ii) Learning to Do (belajar untuk melakukan sesuatu); (iii) Learning to Be (belajar untuk menjadi sesuatu), dan (iv) Learning to Live Together (belajar untuk hidup bersama).
Coba keempat pilar UNESCO ini kita tautkan dengan pengalaman penulis ketika kuliah di negara yang sama dengan Mas Chris ini, yaitu, Amerika Serikat.