Jarang yang tidak mendengar bahwa Indonesia sudah mendapat "penghargaan" dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Presiden negara Paman Sam yang viral dengan narasi American First ini sudah "mengangkat" derajat Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju.
Ironisnya, penulis belum pernah mendengar ada yang pernah merasa tersanjung dengan gebrakan sosok ini yang tahun lalu tersandung kasus hukum sex berbayar illegal. Sebaliknya suara kecemasan terdengar sangat riuh.
Mereka umumnya mencemaskan promosi menjadi negara maju ini bermuara pada pengenaan tarif bea masuk impor yang lebih tinggi atas barang-barang ekspor Indonesia ke negara American Trade First ini.
Kecemasan ini sangat beralasan sebab defisit neraca perdagangan Presiden Trump yang sebelumnya merupakan pengusaha hotel dan kasino yang super kaya ini masih cukup tinggi walaupun sudah menaikkan tarif gila-gilaan atas berbagai barang impor dari Tiongkok.
Total defisit neraca perdagangan negara asal ayam goreng cepat saji KFC ini untuk seluruh tahun 2019 masih bertengger pada angka US$$616.8 miliar.
Defisit neraca perdagangan negara Trump, yang akan maju kembali dalam Pilpres November 2020 yang akan datang, dengan Indonesia untuk nilai kumulatif tahun 2019 adalah US$12,4 miliar. Hanya sebesar 2.02 persen.
Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan Trump akan berupaya menciptakan kegemilangan sejarah ekonomi Amerika Serikat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Jika berhasil, minimal mencapai defisit neraca perdagangan terkecil sepanjang sejarah Amerika Serikat terkini, Ini merupakan political appeals yang sangat besar bagi Trump menjelang Pilpres November 2020 yang akan datang.
Konsekuensinya, Trump tetap akan mengenakan tarif bea masuk impor yang tinggi atas barang-barang ekspor Indonesia ke Amerika Serikat.
Nilainya akan menjadi besar dan significant jika Trump juga melakukan hal yang sama untuk seluruh 25 negara berkembang termasuk Indonesia yang didongkraknya menjadi negara "maju."
9 Komoditas Berpotensi Terdampak