Kondisi Sekarang
Semalam, 26 Februari, penulis menonton diskusi Satu Meja Kompas Tv. Diskusi yang dipandu oleh wartawan senior Kompas, Budiman Tanuredjo ini mengusung tema kegaduhan RUU Cipta Kerja.
Acara ini sangat menarik karena selain profesionalisme Bung Budiman yang memang patut dipuji, acara diskusi ini menghadirkan para nara sumber yang juga memiliki kadar profesionalisme yang juga super hebat.
Mereka itu adalah pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, ekonom kondang FEB Universitas Indonesia Faisal Basri, Ketua KSPI Andi Gani Nena Wea, Anggota DPR Asrul Sani (PPP), Ketua Satgas Omnibus Law Kementerian Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang juga Ketua Kadin Rosan Perkasa Roeslani , dan Staf Khusus Presiden Jokowi periode kedua, Arif Budimanta.
Hasil diskusi memang super. Sesi-sesi diskusi dengan jelas memperlihatkan bahwa banyak sekali pasal-pasal bermasalah dan/atau pasal-pasal cacat fundamental yang tertuang dalam rancangan Omnibus law Cipta Kerja ini yang terdiri 11 kluster. Misal, Pasal 170 yang disebut Menteri Koordinator Hukum dan HAM, Mahfud MD, sebagai pasal salah ketik yang kemudian menjadi viral dengan akronim Saltik. Lihat juga misalnya terkait dengan isu out sourcing buruh dan PHK yang dipermudah serta penghapusan upah minimum kabupaten/kota (UMK).
Selain itu, diskusi ini juga secara jelas memperlihatkan rendahnya keterlibatan publik termasuk serikat buruh sejauh ini dalam proses drafting Omnibus Law Ciker 2020 yang menargetkan sinkronisasi dan simplikasi 79 UU dan 1.239 pasal menjadi 15 bab dan 174 pasal.
Misal, Mas Andi yang Ketua KSPI dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada satu pun serikat buruh yang mendapat tawaran untuk bergabung dalam Tim Omnibus Law Pemerintah. Hal yang serupa juga disampaikan oleh pakar hukum tata negara Bivitri Susanti bahwa ia tidak pernah ditawarkan atau diundang untuk bergabung dalam tim itu..
Lebih jauh lagi, diskusi Satu Meja ini juga memperlihatkan sangat terbatasnya orang dan/atau institusi non-pemerintah yang diundang dan/atau diajak berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh kementerian dan lembaga negara terkait dalam proses drafting undang-undang ini.
Misalnya, itu hanya buruh dan/atau serikat buruh tertentu saja, jika apa yang disebut Menko Bidang Ekonomi Airlangga itu benar, itu hanya pengusaha dan/atau asosiasi pengusaha tertentu saja, dan itu hanya akademisi dan/atau institusi riset tertentu saja yang diajak berpartisipasi dalam proses drafting Omnibus Law Cipta Kerja (OBL Ciker), dengan kluster pertama terkait penyederhanaan perizinan usaha, di masing-masing kementerian dan lembaga negara terkait.
Dalam horison yang lebih tinggi, tidak terungkap adanya justifikasi pemerintah atas penetapan pilihan-pilihan para anggota tim yang berasal dari luar pemerintah termaksud. Dengan kata lain, pemerintah tidak pernah mengumumkan secara terbuka kriteria dari orang dan/atau entitas non-pemerintah itu yang diajak untuk bergabung dalam Tim Omnibus Law Pemerintah.
Lebih miris lagi, tidak jelas bagaimana posisi dari masing-masing peserta orang dan entitas non-pemerintah tersebut. Maksudnya, sangat tidak jelas apakah mereka itu hadir hanya sebagai peserta sosialisasi atau memang ada yang berpartisipasi secara aktif seperti membawa beberapa pasal tertentu. Selain itu, juga tidak ada kejelasan ada tidaknya masukan-masukan penting yang berhasil dituangkan dalam draf Omnibus Law Cipta kerja itu yang berasal dari satu atau beberapa orang dari orang-orang non-pemerintah termaksud.