Lihat ke Halaman Asli

Kang Mizan

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Bongkar Peserta PKH Bodong demi Nasib Jutaan Orang Miskin

Diperbarui: 13 Februari 2020   13:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DokpriBang Roni, Pemulung Bojong Gede, Bogor | Dok. pribadi

Pemulung banyak sekali. Mereka sudah berseliweran sejak dini hari dari kotak sampah satu ke kotak sampah yang lainnya. Mereka mengumpulkan botol plastik bekas dan barang terbuat dari plastik bekas. Kardus juga mereka minati. Jika karung sudah penuh, mereka langsung ke lapak Bos.

Jika lagi apes, karung baru penuh hingga larut malam. Lebih apes lagi jika timbangan satu karung hanya dibayar Bos Rp 20 ribu.

Menurut, Bang Roni, pemulung di sekitar perumahan Gaperi 1 Bojong Gede, Bogor, sekarang sulit sekali untuk berhasil nimbang sampai dengan 3 karung setiap hari. Berhasil dua karung saja sudah bersyukur. Hasil timbangan Itu langsung untuk beli beras hari itu juga.

Bang Roni, dengan isteri dan tiga anaknya yang masih di usia sekolah, tinggal di perkampungan padat dan kumuh, tidak jauh dari kompleks perumahan ini. Persisnya, Bang Roni dan keluarga, menyewa petak kecil seharga Rp 300 ribu per bulan di desa Kedung Jiwa, Kecamatan Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat.

Bang Roni tidak pernah dapat Raskin atau subsidi beras untuk orang miskin. Ia juga tidak pernah dengar kata PKH apalagi terdaftar sebagai penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH). 

Kedua abang kite itu mustahil ngeh bahwa pemerintah mengalokasikan anggaran Bansos sebesar Rp103 triliun untuk tahun 2020 ini yang meningkat 3,3 persen dari outlook realisasi anggaran Bansos pada APBN 2019, Rp100 triliun. 

Lihat juga itu Bang Dani yang nama lengkapnya Mardani. Bang Dani tinggal di lingkungan yang kurang sehat dan cukup berbahaya yaitu di pinggir tebing. Sewa petak kecil sederhana yang dibayarnya adalah Rp 350 ribu per bulan plus token listrik sekitar Rp 100 ribu per bulan.

Dengan tiga anak usia sekolah, Bang Dani menyambung hidupnya dari bulan ke bulan sebagai tukang batu harian. Jika pekerjaan tukang batu lagi sepi, ia keliling kawasan perumahan dan perkampungan dengan menghela gerobak (maaf seperti sapi) untuk mencari rongsokan. Keliling sepanjang hari hingga malam sering tidak ada timbangan dan bukan hal tidak biasa jika juga tidak ketemu orang yang minta tolong untuk beres-beres rumah.

Bang Dani, sama hal nya dengan Bang Roni, tidak pernah menerima Raskin dan tidak tahu dengan PKH. Mereka juga tidak pernah dengar apa ada orang sekitarnya yang pernah dapat Raskin apa lagi mendengar ada orang yang sudah terdaftar sebagai penerima manfaat PKH. 

Banyak dan bahkan banyak sekali orang yang sependeritaan dengan mereka berdua. Miskin dan bahkan sangat miskin tetapi tidak menerima Raskin (dulu) dan PKH (sekarang). 

Beberapa tahun yang lalu, penulis pernah melihat antrean panjang beras Raskin. Tempatnya rumah kepala desa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline