Senin, 10 Februari, kemarin, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar perkara gugatan jabatan Wakil Menteri (Wamen) Kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin. Gugatan ini diajukan oleh Bayu Segara, warga Petamburan, Jakarta Pusat. Menurut Bayu jabatan Wamen ini hanya pemborosan saja. Sebagai sebagian bukti bahwa Wamen hanya pemborosan, Bayu menunjuk masih leluasanya Wamen menjabat sebagai sebagai Komisaris BUMN.
Gugatan Bayu ini terkesan diamini oleh dua Hakim Konstitusi yaitu Saldi Isra dan Suhartoyo. Lebih persisnya, Hakim Konstitusi Saldi Isra kebingungan mencari justifikasi hukum Wamen merangkap Komisaris BUMN sehingga meragukan apa jabatan Wamen ini sesungguhnya dibutuhkan atau hanya untuk memenuhi kelompok kepentingan tertentu saja.
Nuansa yang sama juga disampaikan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo. Lojiknya, kira-kira begini menurut Suhartoyo. Kementerian negara dengan beban kerja yang berat perlu disediakan jabatan Wamen. Ternyata sekarang Wamen diberikan jabatan rangkap sebagai Komisaris BUMN. Ini tidak konsisten dan membingungkan.
Mereka berdua terkesan mengharapkan bantuan publik tentu saja termasuk Kompasianer untuk menjawab inkonsistensi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Yuuuk kita bantu.
Coba kita lihat dulu fakta yang disampaikan oleh Detik.com yang sejauh ini menemukan ada tiga Wamen Kabinet Indonesia Maju yang merangkap sebagai Komisaris BUMN. Mereka itu adalah Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara sebagai Wakil Komisaris Utama PT PLN, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo sebagai Komisaris Utama PT Bank Mandiri dan Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin sebagai Wakil Komisaris Utama PT Pertamina.
Kemudian coba kita dengar jawaban dari Jubir Kementerian BUMN, Arya Sinulingga. Alumni ITB yang juga merupakan orang penting pada Tim Kampanye Pasangan Pilpres Jokowi Ma'ruf ini, sebetulnya hanya ngeles saja. Ia tidak menjawab pertanyaan ketika dihubungi oleh Detik.com. Ia hanya mengatakan bahwa kementerian BUMN taat hukum.
Sekali lagi, yuk kita bantu Yang Mulia Hakim Konstitusi tersebut. Perkenalkan, penulis adalah Kompasianer yang cukup aktif, hampir dua tahun pensiun dari Kementerian Keuangan RI dengan jabatan tertinggi sebagai Peneliti Utama. Masa dinas penulis lebih dari 30 tahun dan silih berganti membantu Menteri Keuangan yang datang dan pergi. Ada beberapa Menteri Keuangan dan Menteri Kabinet yang lain yang merupakan rekan kerja sebelum beliau-beliau itu diangkat sebagai menteri kabinet pemerintahan.
Berdasarkan pengalaman dan interaksi di birokrasi pemerintahan yang demikian panjang tersebut penulis menyimpulkan bahwa tidak ada urgensi atau justifikasi penyediaan jabatan wakil menteri itu. Pembantu menteri itu mulai dari Tenaga Ahli dan Staf Khusus yang jumlahnya hingga 10 orang. Pembantu langsung yang lain adalah pejabat setingkat Eselon I yaitu para Dirjen, Irjen, dan Kepala Badan. Kementerian Keuangan sendiri memiliki hampir 15 jabatan Eselon I ini.
Dengan demikian, ada 25 orang yang selalu siap 24 jam membantu Menteri Keuangan. Sekarang bahkan ditambah lagi dengan satu orang Wakil Menteri Keuangan.
Jumlah 25 orang itu sudah jauh diatas norma span of control yaitu 7 orang. Dengan kata lain, 18 orang adalah pembantu menteri keuangan yang jarang digunakan alias pemborosan saja.
Lebih jauh lagi, jabatan Wamen itu tidak memiliki otoritas. Mereka itu tidak lebih dan tidak kurang hanya sebagai advisory saja.