Lihat ke Halaman Asli

Kang Mizan

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Menyoal Mahalnya dan Beban APBN untuk Pembangunan IKN Baru Indonesia

Diperbarui: 30 Agustus 2019   14:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

IKN baru Indonesia Termahal (Sumber: Pixabay, Pexels)

Pemerintah sudah memutuskan bahwa Kalimantan Timur ditetapkan sebagai Ibu Kota Negara (IKN) baru Indonesia. Wilayah yang dipilih adalah sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara. Pemerintah saat ini masih menunggu persetujuan DPR untuk memindahkan IKN dari Jakarta ke Kaltim tersebut.

Total biaya pembangunan IKN di Kaltim itu adalah Rp486 triliun atau setara dengan US$34.00. Total biaya ini terkesan sangat mahal. Ini, misalnya, jika kita bandingkan dengan biaya pembangunan IKN baru di beberapa negara. Misalnya, pembangunan IKN Putrajaya, Malaysia hanya US$8B, Brasilia, Brazil juga hanya US$8B, dan Astana, Kazakhstan cukup dengan US$9B. 

Biaya pembangunan IKN Kalimantan itu lebih dari empat lipat dari biaya pembangunan untuk masing-masing Putrajaya dan Brasilia. Sedangkan biaya itu hampir empat lipat jika dibandingkan biaya untuk membangun ibukota baru Kazakhstan. 

Menarik juga untuk menyoal distribusi pembiayaan pembangunan IKN baru di Kaltim itu. Distribusi biaya termaksud yang ditanggung APBN sebesar Rp93,5 triliun (19,2 persen), Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Rp265,2 triliun (54,6 persen), dan swasta murni Rp127,3 triliun (26,2 persen). 

Distribusi Biaya Pembangunan IKN baru Indonesia. Sumber: 

Untuk porsi yang ditanggung oleh APBN sebesar Rp93,5 T (19,2%) rasanya dapat diterima. Hal yang serupa untuk estimasi porsi yang akan dikeluarkan oleh swasta murni sebesar 127,3 triliun rupiah (26,2%). Namun, untuk estimasi porsi KPBU sebesar Rp265,2 T patut kita pertanyakan.

Perlu dipertanyakan mengingat bahwa badan usaha itu berorientasi laba. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membangun gedung dan lembaga negara perlu ditutupi plus laba wajar yang diingini. Jika pemerintah sepeser pun tidak mengeluarkan uang (APBN) tentu saja mereka perlu dapat kompensasi dalam bentuk lain seperti penggunaan lahan dan berbagai insentif serta kemudahan lain dari pemerintah.

Hal yang sama jika badan usaha tersebut adalah BUMN. Namun, jika itu BUMN, maka tidak tertutup kemungkinan pemerintah ujung-ujungnya menggunakan uang APBN untuk untuk mengucurkan dana segar tanpa biaya dari uang APBN dalam skema Penyertaan Modal Negara (PMN). 

Ini patut kita pertanyakan untuk keseluruhan lima alokasi penggunaan untuk porsi KPBU itu, yaitu: (i) Pembangunan Gedung eksekutif, legislatif, dan yudikatif; (ii) Pembangunan infrastruktur utama (selain yang telah tercakup dalam APBN); (iii) Pembangunan sarana pendidikan dan sarana kesehatan; (iv) Pembangunan museum dan lembaga pemasyarakatan, dan (v)  Pembangunan sarana dan prasarana penunjang. 

Gedung eksekutif itu adalah gedung kementerian dan lembaga negara seperti Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, dan lain sebagainya. Sedangkan gedung legislatif itu tentu saja adalah Gedung DPR, DPD, dan MPR. Sedangkan gedung yudikatif tersebut mencakup Gedung Kejagung dan Gedung Pengadilan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline