Haram uang Caleg itu.
Korupsi di Indonesia masih demikian parah. Persepsi ini antara lain diindikasikan oleh kebrisikan Kompasianer menulis Artikel Korupsi. Dengan menggunakan kata kunci "korupsi" di jendela pencarian Kompasiana, penulis temukan lebih dari 50 artikel terkait korupsi dalam kurun waktu 2 Maret hingga 5 April hari ini. Dengan demikian, secara rerata, hampir dua artikel korupsi yang ditulis oleh Kompasianer setiap hari nya. Penulis juga yakin ada banyak lagi artikel Kompasianer terkait isu korupsi yang tidak terjaring dengan kata kunci itu.
ARTIKEL KORUPSI KOMPASIANER
Kompasianer Lea Cattleya, misalnya, menulis artikel dengan judul " PrestasiKPK yang dilupakan, Korupsi Gagalkan Demokrasi." Disini secara implisit dan eksplisit Lea menyatakan korupsi di Indonesia masih sangat parah terlepas dari prestasi gemilang KPK. Lea juga menyatakan bahwa Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (CPI) yang diterbitkan oleh Transparancy Internasional (TI) relatif stagnant.
Bahkan menurut Lea posisi Indonesia menurun berdasarkan indikator peringkat CPI yang pada tahun 2017 peringkat Indonesia itu masih berada di 86 turun ke posisi 89 di tahun 2018, meski skornya meningkat dari 37 menjadi 38. Skor ini menurut Lea dibawah rata-rata skor negara dengan kadar demokrasi yang masih lemah (skor 49). Skor 37 dan 38 itu umumnya untuk negara-negara yang baru saja menerapkan beberapa elemen demokrasi (rerata skor 39), lanjut Lea.
Beberapa artikel Kompasianer yang lain itu dengan keriuan aura dan/atau dengan judul yang serem-serem, penulis sajikan disini. 1. Wakijo Salim dengan judul "APBN Bocor Buktikan Korupsi Indonesia Sudah Stadium 4."; 2. Ade Pian Arista dengn judul "Tiga Partai Langganan Korupsi Dukung Jokowi."; 3. Irwan Rinaldi Sikumbang dengan judul "Hari Gini Masih Ada Direktur BUMN Korupsi?"; 4. Adrian Diarto dengan judul "Survei 'Kompas' tentang Kandidat Presiden dan Indeks Korupsi."; 5. Adrian Susanto dengan judul "Menagih Janji Pemberantasan Korupsi Jokowi." Masih banyak lagi judul dengan aura serupa dan.atau mendapat apresiasi Kompasiana dengan rating Pilihan dan/atau HL.
JUAL BELI JABATAN DI INSTANSI PEMERINTAH
Kebisingan itu juga terdengar di banyak venues yang lain. Misal, isu jual beli jabatan di instansi pemerintah viral dalam minggu-mingu ini dan seprti kita maklumi bersama bahwa jual beli jabatan pemerintah sudah menjadi rahasia umum. Lihat itu KPK meng-OTT Ketum PPP, Muhammad Romahurmuziy, alias, Rommy, oleh karena diduga kuat terlibat jual beli jabatan di Kementerian Agama.
Gayung pun bersahut, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi menduga 90 persen lembaga negara terjangkit virus jahat ini. Reaksi spontan sebaliknya muncul antara lain dari Kementerian PANRB. Menteri PANRB itu, Syarifuddin, menyatakan bahwa angka itu terbalik. Menurutnya jual beli jabatan itu hanya 10 persen dan bukan 90 persen seperti dikatakan Sofian Effendi.
Kompasianer Anda pilih yang mana? Jual beli itu pada tingkat 90 atau 10 persen? Penulis sendiri ada pada posisi 90 persen!