Tidak terasa rally panjang kampanye Pemilu 2019 akan berakhir. Tanggal 15 April ini kita memasuki masa tenang dan dua hari sebelumnya akan digelar Debat Pilpres terakhir. Venue debat Pilpres kelima, 13 April 2019, dan terakhir itu rencananya akan digelar ditempat yang sama ketika Debat Pilpres kedua dilangsunggkan yaitu di Hotel Sultan, kompleks GBK, Jakarta Selatan.
Menyongsong debat kelima tersebut, Kompasiana, menawarkan topik pilihan "Materi Debat Perlu Dikampanyekan." Kompasiana juga menegaskan bahwa tujuan dari kampanye materi debat itu adalah selain untuk mengikat Paslon terpilih juga merupakan bagian penting pendidikan politik di Indonesia.
Coba kita tinjau sejenak tema dan mekanisme Debat Kelima ini yang akan dipandu oleh Balques Manisang dan Tomy Ristanto. Temanya terdiri dari empat kategori , yaitu: (i) ekonomi; (ii) kesejahteraan sosial; (iii) keuangan, dan (iv) investasi. Empat kategori itu disekat dalam empat segmen debat dan segmen kelima adalah panggung tanya jawab bebas antara kedua Paslon Pilpres.
Tim panelis Debat Pilpres 2019, yang biasanya, terdiri dari lima orang atau lebih menyiapkan beberapa pertanyaan untuk masing-masing kategori (segmen tersebut). Moderator debat, dua orang, memilih secara acak satu pertanyaan dari masing-masing kategori tersebut untuk ditanyakan pada salah satu Paslon dan setelah dijawab, Paslon yang lain diberikan kesempatan untuk menanggapinya. Selanjutnya, yang pertama diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan dan/atau klarifikasi atas tanggapan yang diberikan oleh Paslon lawan.
Pola ini terus berlanjut hingga segmen keempat dengan kategori investasi pada Debat Pilpres 2019 Pamungkas ini. Momen terseru, mungkin bagi banyak penonton debat kita itu, adalah segmen pamungkas atau segmen kelima yang merupakan panggung tanya jawab bebas tetapi tetap pada koridor empat kategori termaksud. Kata dan/atau frasa Unicorn, Pemerintahan Dilan, dan Cukup Satu kartu Sakti saja, rasanya muncul di sesi kelima debat-debat yang terdahulu.
Melihat sangat luasnya materi debat dari masing-masing segmen itu dan sangat kakunya mekanisme debat itu sendiri sehingga permasalahan inti yang dihadapi oleh bangsa ini berpotensi banyak yang tidak dibahas secara tuntas. Pertanyaan yang disiapkan oleh para panelis dan/atau yang terpilih oleh moderator dapat saja tidak begitu penting dan mendesak baik untuk saat ini maupun untuk masa mendatang.
Selain itu, jawaban dari masing-masing Paslon dapat saja bersifat normatif dan tidak menyentuh akar permasalahan yang sebenarnya. Lebih jauh lagi, terdapat juga peluang tidak terungkapnya (dengan baik dan mencukupi) gagasan cemerlang, dari salah satu atau kedua Paslon, yang sebetulnya bukan saja sangat penting bagi bangsa ini tetapi juga akan sangat membantu para pemilih untuk menentukan siapa yang dicoblos pada tanggal 17 April nanti.
Tendensi-tendensi kurang baik tersebut dapat dinihilkan atau paling tidak dapat diminimalisir jika materi debat sudah dikampanye jauh sebelum debat itu berlangsung. Praktik seperti ini lazim di negara-negara dengan sistem dan budaya demokrasi yang baik. Di Amerika Serikat, misalnya, materi debat Obama's Care sudah dikampanyekan jauh sebelum debat resmi dilangsungkan. Obama mengkampanye ini berulang kali di banyak tempat dan kesempatan termasuk pada acara Talk Show di beberapa stasiun TV disana. Hal yang serupa juga dilakukan oleh Donald Trump. Ia berkoar dimana-mana tentang tembok Meksiko, tentang American First, dan beberapa isu kunci yang lainnya.
Ketika acara debat resmi dilangsungkan, pemilih/voters sudah memiliki pemahaman yang baik terkait isu-isu kesejahteraan sosial spesifik seperti Obama"s Care, isu keamanan spesifik seperti Tembok Meksiko, dan isu pentingnya untuk melindungi ekonomi USA dari Asing dan Aseng, American First. Kemudian, dan yang terpenting lagi, janji-janji kampanye tersebut memang ditepati oleh kedua orang Capres dari negara Mang Sam itu.
Di Indonesia, dalam kesempatan pra debat putaran terakhir tanggal 13 April nanti, penulis kira, misalnya, akan sangat penting bagi Paslon 02 untuk mengkampanyekan Kartu Sakti Tunggal sebagai alternatif Tiga Kartu Sakti Jokowi. Sebaliknya, juga tidak kalah pentingnya jika Jokowi lebih banyak berbicara tentang Pemerintahan Dilan (Digital Melayani).
Diatas kesemua itu, muncul dan viral nya gagasan-gagasan cemerlang dari masing-masing Paslon sesegera mungkin, sebelum tnggal 13April itu, sangat dinantikan oleh kita semua yang termasuk pemilih rasional dan cerdas yang tidak terbelenggu oleh isu SARA dan hate speech. Ini merupakan bagian pendidikan politik yang penting dan juga berfungsi sebagai pengikat janji kampanye untuk ditepati ketika terpilh nantinya.