Semalam putaran pertama debat Pilkada DKI digelar. Acara yang diselenggarakan di Hotel berbintang lima, Bidakara, Jakarta Selatan ini, mendapat penjagaan super ketat dari Polda DKI Jakarta. Biaya pengamanan dan biaya akomodasi hotel serta biaya siaran live TV termasuk honorarium moderator tentunya tidak akan kecil. Dalam itungan miliar rupiah so pasti. Bahkan bisa dalam itungan ratusan miliar, nantinya. Sayangnya, uang yang demikian banyaknya itu dapat dikatakan mubazir saja selain jalannya debat sangat membosankan banyak orang, saya kira. Kenapa?
Moderator debat walaupun figur selebriti kondang, Ira Koesno, tidak dapat berbuat banyak. Ia dibatasi oleh tugas hanya untuk membacakan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan oleh panitia. Ia, seandainya mampu pun, dilarang untuk mengajukan pertanyaan lanjutan dan/atau menggali isu-isu secara lebih mendalam.
Idealnya, moderator diberikan kebebasan untuk menggali informasi dengan gayanya sendiri. Ya mirip-mirip Najwa Shihab atau Karni Ilyas lah walaupun mereka berdua ini tidak bisa digunakan untuk acara ini karena persepsi yang sudah tidak independen lagi. Saya yakin banyaklah yang sekelas mereka dan relatif lebih independen di republik ini.
Masih ada dua atau tiga kali kegiatan seperti ini untuk Pilkada DKI Jakarta. Secara nasional, dengan sekitar 100 Pilkada berarti jumlah debat live seperti ini berjumlah sekitar 300 events. Ini baru untuk tahun 2017 saja. Akan ada sekitar 100an lagi di tahun 2018. Dengan demikian, uang negara yang hangus sia-sia bukan lagi dalam itungan ratusan miliar tetapi sudah dalam itungan triliunan dan mungkin puluhan triliun. Lebih miris lagi jika diingat bahwa uang ini didapat dari utang pemerintah termasuk utang dari China.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H