Lihat ke Halaman Asli

Almizan Ulfa

TERVERIFIKASI

Kutukan Bonus Demografi

Diperbarui: 16 September 2016   20:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mimpi Indonesia emas 2030 memang indah sekali. Mimpi itu antara lain didorong oleh data bonus demografi besarnya anagka angkatan kerja dibandingkan dengan jumlah penduduk lanjut usia dan anak-anak. Namun, bonus demografi itu sekarang sudah mengarah ke kutukan bonus demografi.  

Lihat itu pemandangan yang memilukan antrean sembako. Ribuan orang berdesakan dan terinjak-injak hanya untuk mendapatkan sembako gratis. Lihat juga itu antrean bajay dan ojek. Jumlahnya membludak dibandingkan dengan orang-orang yang menggunakannya. Pendapatan mereka kecil sekali dan banyak yang hanya dapat sekitar 100 ribu perhari.  

Antrean Bajay di Stasiun Juanda. Sekitar jam 6 pagi

Jaminan kesehatan mereka minim sekali. Tabungan dan/atau jaminan hari tua, ketika sudah tidak kuat lagi narik bajay/ojek, sangat jarang yang memilikinya.  

Antrean Ojek Stasiun KRL Juanda. Sekitar jam 6 pagi

Lihat juga mereka yang baru tamat SMA (SLA) dan tidak sempat/mampu ke perguruan tinggi. Banyak, dan mungkin banyak sekali yang terpaksa menjadi OB (office boy) atau CS (cleaning service). Itupun sebetulnya sudah cukup baik. Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan sebagai OB dan CS juga tidak begitu banyak. Sebagian lagi dari lulusan tersebut terpaksa menganggur.  

Jumlah kelompok-kelompok marjinal ini akan terus membengkak jika tidak segera ditangani secara baik. Penghasilan tukang bajay dan ojek akan semakin mengecil. Kesempatan menjadi OB dan CS semakin sulit. Dengan kata lain, jumlah kelompok marjinal tersebut akan bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan pertamabahan kesempatan kerja. 

Apa bila tren buruk ini terus berlanjut, sekali lagi, komposisi demografi yang bagus tersebut yang seharusnya mendukung impian Indonesia Emas 2030, akan menjelma menjadi "Kutukan Bonus Demografi."  Tingkat kriminalitas akan meningkat, rakyat gampang dihasut, secara keseluruhan stabilitas nasional akan sangat terganggu. 

Solusi apa yang dapat ditawarkan? 

Penggalakan kembali Program Keluarga Berencana hukumnya wajib berat. Namun, itu tidak cukup. Penciptaan lapangan kerja yang seluas-luasnya tidak kalah wajibnya. 

Bagaimana caranya? 

Kata kuncinya sederhana. Ciptakan program pemerintah menjadi lebih efisien. Dan, untuk itu yang paling penting dan gampang adalah buat sektor publik menjadi "ramping" seperti yang dijanjikan dalam kampanye Capres Jokowi. 

Lebih jauh lagi, instansi pemerintah yang paling mampu dan paling tepat untuk menjadi contoh instansi "ramping" adalah Kementerian Keuangan RI. Kementerian Keuangan memiliki SDM yang baik dan mencukupi serta tingkat kesejahteraan pegawai yang memadai juga. Perampingan Jumlah unit Eselon I tidak akan menimbulkan goncangan yang berarti.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline