Lihat ke Halaman Asli

Almizan Ulfa

TERVERIFIKASI

Rp175 Triliun Potensi dari Pemangkasan Perjalanan Dinas dan Menaikan Cukai Rokok

Diperbarui: 10 Maret 2016   09:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: BPK, LKPP dan NKRAPBN, diolah. Koleksi pribadi"][/caption]Semangat kebijakan publik adalah memilih alternatif kebijakan terbaik bagi kepetingan umum (hajat hidup orang banyak). Misalnya, pemerintah dihadapkan pada dua pilihan dalam rangka perbaikan efisiensi pengeluaran dan penerimaan negara. Pertama, sebagaimana dirilis media tentang wacana MenpanRB, Yuddy Chrisnandi, untuk memecat sekitar 1.700 PNS dengan jabatan fungsional umum dengan pendidikan SLTA atau lebih rendah. Alternatif kedua adalah tidak perlu dilakukan pemecatan itu. Yang perlu dilakukan adalah memangkas perjalanan dinas pejabat negara dan dalam waktu yang bersamaan juga dilakukan kenaikan tarif cukai rokok. 

Jika alternatif pertama dipilih, maka yang dilakukan oleh Pemerintahan Jokowi adalah sama saja dengan menginjak-injak yang lemah. Menindas dan mendzholomi wong cilik. Selain itu, kebijakan pemecatan tersebut bukan langkah strategis dan tidak akan mendorong efisiensi pengelolaan Apraratur Sipil Negara (termasuk PNS).  Alternatif kedua, kebijakan untuk memangkas biaya perjalanan dinas pejabat negara dan menaikan tarif cukai rokok adalah jauh lebih superior dari alternatif pemecatan tersebut. Alternatif ini akan menghasilkan penghematan anggaran (APBN) sebesar Rp107 triliun dan meningkatkan penerimaan cukai rokok (penerimaan APBN) sebesar Rp68 triliun. Total uang yang tersedia untuk digunakan secara produktif dan lebih berkeadilan adalah Rp175 triliun.

Sebelum dijelaskan bagaimana menggali potensi tersebut, lebih baik kita mulai dulu dengan beberapa opsi penggunaannya. Pertama, ini dapat digunakan untuk menaikan gaji pokok PNS termasuk gaji pokok pensiunan PNS. Ini strategis karena wacana ini perlu dukungan dari PNS aktif dan para anggota DPR yang akan pensiun juga nantinya. Selain itu, sebagian besar pensiunan pejabat negara adalah guru dan dosen (sekitar 65%). Gaji pensiunan mereka kecil sekali dalam kisaran Rp3,5 juta per bulan. Bagi yang hidup di perkotaan dan masih ada tanggungan beberapa anggota keluarga, gaji itu hanya cukup untuk bayar listrik dan ledeng. 

Kebutuhan anggaran untuk kenaikan gaji pokok PNS termasuk Pensiunan PNS tersebut untuk satu tahun adalah Rp84 triliun. Penjelasannya sebagai berikut. Jika setiap PNS dan/atau ANS (Aparatur Sipil Negara) baik yang masih dinas maupun yang sudah pensiun dinaikan gaji pokoknya Rp1 juta per bulan atau Rp 12 juta per tahun maka alokasi anggarannya adalah Rp84 triliun. Angka ini didapat dari hasil perkalian kenaikan gaji pokok Rp1 juta dengan 7 juta PNS dan Pensiunan PNS, dalam periode 12 bulan, atau, periode satu tahun. 

Sisa efisiensi tersebut adalah Rp91 triliun dan dapat dipilih opsi untuk pembangunan infrastruktur fisik dasar seperti jalan tol. Misalnya, untuk jalan tol yang sama dengan Tol Cipali (113 KM) dana yang dibutuhkan hanya sekitar Rp13,5 triliun. Ini berarti dana tersebut dapat digunakan untuk membangun sekitar tujuh jalan tol dengan kapasitas yang sama dengan Jalan Tol Cipali. Tujuh jalan tol setingkat Cipali ini adalah sama dengan jalan tol dari Anyer ke Panarukan (Ujung Barat dan Ujung Timur Pulau Jawa). Opsi lain, adalah jalan bebas hambatan non-berbayar (highways) sebagai konektivitas Pantura dan Pansel, Pulau Jawa. Opsi-opsi yang lain bisa juga untuk membangun dan rehab gorong-gorong jalan, yang kondisinya buruk sekali dan/atau tidak ada sama sekali di sebagian besar kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Opsi yang berikutnya adalah sisa efisiensi tersebut dapat digunakan untuk memperlambat lonjakan utang pemerintah. Jika di tahun 2010 total utang pemerintah baru Rp1.681,66 triliun, maka sampai dengan Oktober 2015 sudah membengkak menjadi Rp3.021,30 triliun. Saldo utang bertambah 100 persen hanya satu tahun Pemerintahan Presiden Jokowi dibandingkan dengan saldo utang pada tahun pertama Pemerintahan SBY kedua. 

Sekarang kita melihat uraian bagaimana mendapatkan efisiensi pengeluaran dan penerimaan negara (APBN) tersebut. Pertama, dari unsur perjalanan dinas pejabat negara utamanya perjalanan dinas luar negeri. Anggaran yang ada sekarang sekitar Rp213 triliun (pusat+daerah). Ini dapat dihemat separuhnya menjasi Rp107 triliun dengan mengurangi jumlah dan hari pejabat yang melakukan perjalanan dinas. Misalnya, rombongan yang terdiri dari 40 orang dapat dikurangi menjadi 20 orang. Di banyak event internasional, jumlah delegasi negara lain, terutama negara OECD dan Eropa hanya dua tiga orang saja. Kita masih beberapa lipat dari jumlah delegasi OECD dan Eropa tersebut walaupun sudah dikurangi separuhnya.

Untuk cukai rokok, cukup menaikan tarif rerata perbatang yang saat ini hanya Rp451 menjadi Rp661 (kenaikan tarif per batang hanya Rp210). Jumlah perokok di Indonesia sekitar 60 juta orang dan konsumsi rerata per hari 15 batang, atau, per tahun 324 miliar batang. Jumlah yang dihasilkan adalah Rp68 triliun. Saat ini anggaran cukai rokok adalah Rp146 trilun (UU APBN2016), atau, cukai rokok secara rerata adalah Rp451 per batang.

Pelajaran lain yang dapat kita ambil adalah jumlah pensiunan yang terus membesar yang dalam tahun 2016 sudah berjumlah 2 juta 600 ribu orang. Jumlah dalam lima tahun ke depan akan menjadi sekitar 3 juta 200 ribu orang. Akan sulit sekali mendanai jumlah pensiunan yang besar ini dan Indonesia akan terjebak seperti negara Yunani (Grace), yang terjerat dengan defisit fiskal dan utang yang besar dan kronis, jika tidak sesegera mungkin melakukan efisiensi belanja negara dan mendapatkan terobosan sumber penerimaan nagara yang besar.

Untuk itu, tindakan nyata untuk perampingan jumlah unit Eselon I seperti diamanatkan oleh semangat UU ASN 2012 akan berkontribusi besar sekali dalam mencapai efisiensi belanja negara. Berkurangnya jumlah unit Eselon I otomatis akan memangkas anggaran perjalanan dinas terutama perjalanan dinas luar negeri. Selain itu, moratorium penerimaan PNS dalam jangka waktu panjang, sekitar 25 tahun, sangat strategis untuk efisiensi belanja pemerintah pusat dan daerah.
Kenaikan cukai rokok yang kecil yang hanya Rp210 per batang akan berguna baik untuk penerimaan negara dalam jumlah yang besar maupun untuk kesehatan rakyat secara umum. Sebaliknya, pemikiran untuk memecat 1.700 PNS dengan jabatan fungsional umum dan dengan pendidikan SLTA atau lebih rendah tersebut tidak akan banyak membantu efisiensi pengelolaan Aparatur Sipil Negara (ASN). Itu hanya pemikiran yang dzholim semata-mata, lebih-lebih jika hal ini dilakukan dalam periode yang sama dengan rekrutmen PNS baru dalam jumlah yang besar juga.

Dukung program Reformasi Birokrasi yang betul untuk Indonesia Sehat dan Hebat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline