Beberapa hari terakhir publik sedang ramai membahas terkait kesalahan isi pada pidato Presiden Joko Widodo ketika memperingati hari lahirnya Pancasila 1 Juni kemarin. Permasalahannya adalah isi pidato tersebut yang menyatakan bahwa mantan presiden Ir.Soekarno yang juga proklamator negara republik Indonesia lahir di Blitar, sementara pada kenyataannya Ir. Soekarno lahir di Surabaya. Tak ayal kesalahan tersebut menjadikan Presiden Joko Widodo banyak dijadikan bahan ledekan khususnya di berbagai media sosial beberapa hari terakhir. Sebenarnya jika ditilik lebih lanjut, hal tersebut bukanlah salah Presiden sepenuhnya. Sukardi winakit selaku Tim Komunikasi Jokowi dalam keterangan pers tanggal 5 Juni 2015, menyatakan bahwa kesalahan tersebut sepenuhnya adalah kekeliruannya dan menjadi tanggung jawabnya. Bahkan Sukardi menceritakan ketika Jokowi sedang menyusun pidato tersebut dan meminta pendapat tentang Blitar, Sukadi menjawab bahwa Bung Karno lahir dan disemayamkan disana. Presiden sudah meminta mencari tahu lebih lanjut karena seingatnya Bung Karno tidaklah lahir di Blitar melainkan di Surabaya. Namun Sukardi tidak menelitinya dengan baik dan hanya menggunakan referensi dari situs asal Belanda, tropenmuseum.nl Situs tersebut menyebutkan bahwa Bung Karno lahir di Blitar. Oleh karena itu Sukardi meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia.
Namun terlepas dari pengakuan Sukardi tadi, tentu masih muncul banyak pertanyaan di benak masyarakat luas. Mengingat ini m enyangkut riwayat salah satu founding father. Jika pada awalnya Presiden Jokowi sudah yakin jika Bung Karno lahir di Surabaya, kenapa menjadi begitu saja mengikuti pendapat bahwa sang proklamator lahir di Blitar yang sumbernya pun dari situs online luar negeri yakni Belanda. Padahal di indonesia sendiri pengetahuan seputar pahlawan-pahlawan sudah diajarkan sejak dini baik mandiri maupun dalam kurikulum sekolah. Bahkan dalam acara yang bertepatan dengan hari lahirnya Pancasila tersebut juga turut hadir Ibu Megawati Soekarno Putri dan Puan Maharani yang merupakan anak dan cucu dari sang proklamator sekaligus pimpinan partai yang mengusung Presiden Joko widodo menempati jabatan sebagai orang nomor 1 di Indonesia saat ini. Sehingga dapat dikatakan insiden ini cukup bisa memberikan pukulan bagi para pendukungnya pada khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya. Tidak dapat dipungkiri juga jika kesalahan yang bahkan tidak disengaja seperti ini dapat mengurangi wibawa Presiden Joko Widodo dimata masyarakat luas.
Untuk kedepannya, sebaiknya mekanisme pembuatan pidato Presiden lebih diperbaiki lagi. Pihak yang berwenang membuat pidato haruslah orang yang memiliki kompetensi tinggi. Selain itu pidato yanga da sebaiknya melewati beberapa kali proses editing. Selain itu, Presiden juga haruslah berhati-hati terhadap orang-orang yang berada di sekelilingnya sekalipun itu dalam lingkup istana. Terlepas dari hal ini hanya kesalahan data semata maupun sebaliknya. Karena Presiden sebagai simbol negara sejatinya haruslah dapat dipercaya dan memiliki kemampuan yang tinggi untuk mendapatkan wibawanya. Dengan begitu hal-hal seperti ini diharapkan tidak terjadi lagi ke depannya. Oleh sebab itu, tentunya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Joko Widodo diharapkan tidak berkurang akibat insiden ini dan masyarakat luas akan tetap mendukung jalannya pemerintahan Presiden Joko Widodo kedepannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H