Lihat ke Halaman Asli

Almira Azaria Azizah

Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Jember

Aktivisme Digital: Strategi Efektif dalam Menyuarakan Isu Politik

Diperbarui: 10 Juni 2024   07:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Input sumbehttps://www.bing.com/images/create/aktivisme-digital-seperti-berdemo-melalui-platform/1-66618d17ffeb49a49cf60b641320a5d7?id=nDqeXHPhAqLuVJy

Ada banyak gerakan aktivisme yang sering kita temui di kalangan masyarakat. Aksi demonstrasi, pawai, petisi, pemogokan, dan boikot adalah aktivisme yang kerap terjadi akhir - akhir ini.  Gerakan aktivisme di masyarakat muncul karena berbagai hal. 

Kebanyakan aksi ini muncul akibat ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah, menolak tindakan atau isu yang merugikan masyarakat, ataupun terkait isu kemanusiaan yang akhir - akhir ini menjadi sorotan publik. Meskipun bukan hal baru, aktivisme telah mencatat sejarah sejak zaman dahulu. Gerakan aktivisme merupakan cerminan dari semangat perubahan dan keteguhan dalam memperjuangkan keadilan. 

Aktivisme merupakan kegiatan yang sudah biasa terjadi mulai dari zaman orde baru hingga masuknya zaman reformasi, kegiatan ini terus berlanjut sampai saat ini. Saat zaman orde baru, aktivisme digunakan masyarakat sebagai bentuk protes terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat saat pemerintahan Presiden Soeharto. 

Salah satu, aksi aktivisme yang sangat populer pada masa pemerintahan Presiden Soeharto adalah Demo Trisakti yang terjadi pada tahun 1998. Aksi ini muncul karena saat itu terjadi krisis ekonomi di Asia, yang berdampak pada nilai tukar rupiah anjlok. Aksi aktivisme ini disertai dengan adanya pembakaran dan penjarahan toko, sehingga terdapat aksi penembakan oleh Tentara Angkatan Darat yang menyebabkan 4 orang meninggal dunia. 

Karena adanya demo ini, terjadi kerusuhan dan revolusi besar-besaran, sehingga Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya. Dari peristiwa tersebut, dapat diamati bahwa kebanyakan aksi aktivisme pada saat zaman orde baru hingga awal reformasi, masih berbasis konvensional. Namun, saat ini aksi aktivisme sudah beradaptasi dengan kemajuan teknologi.

Adanya kemajuan  teknologi digital membuat kegiatan aktivisme konvensional bertransformasi menjadi aktivisme digital. Aktivisme digital mengacu pada aksi aktivisme yang berbasis teknologi digital. 

Berbeda dengan aktivisme konvensional, aktivisme digital tidak mengharuskan aktivis untuk turun ke lapangan dan menyuarakan suara mereka. Aktivisme digital dilakukan melalui perangkat keras, perangkat lunak penunjang, internet, media sosial, atau platform online lainnya. Hal ini, tentu mendapati sisi positif dan sisi negatif. 

Munculnya aktivisme digital tentu saja akan menimbulkan dampak negatif. Adanya hoax dan ujaran kebencian adalah salah satu dampak negatif aktivisme digital yang marak terjadi. Dengan adanya kemajuan teknologi akan memudahkan masyarakat untuk menerima dan menyuarakan informasi yang belum jelas kebenarannya. 

Hal ini juga bisa digunakan oleh pihak tertentu untuk menghasut, membuat propaganda, dan memecah belah masyarakat. Sehingga, aktivisme digital juga berdampak negatif yakni menimbulkan konflik di masyarakat. Selain sisi negatif, aktivisme digital juga memiliki sisi positif.

Aktivisme digital memiliki sisi positif bagi masyarakat. Dengan adanya aktivisme digital akan meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Hal ini dikarenakan, aksi partisipasi politik dapat dilakukan dengan mudah melalui media sosial atau platform online lain, baik oleh individu maupun kelompok. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline