Lihat ke Halaman Asli

Struktur Kepemimpinan Pernikahan pada Suku Alas di Aceh Tenggara

Diperbarui: 24 November 2022   21:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut Sondang P. Siagian, kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menjabat suatu posisi sebagai pimpinan organisasi atau perusahaan tertentu dalam mempengaruhi oranglain, khususnya bawahan atau tim kerja lainnya demi tercapainya tujuan dengan mudah. Maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan ataupun kesanggupan seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu demi tercapainya tujuan dengan mudah. 

Pada artikel ini, akan dibahas tentang kepemimpinan berdasarkan kearifan lokal pada acara adat pernikahan di daerah Aceh Tenggara pada suku Alas. Pada acara pernikahan daerah ini, seorang ketua adat dan keluarga berperan penting. Dimana ketua adat adalah pemimpin dari setiap acaranya.

MELAMAR

Pada proses ini , bagi pemuda dan pemudi yang telah yakin untuk melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan, maka masing-masing dari mereka memberitahu wali mereka seperti paman, bibi, ataupun ketua adat kampung mereka. Setelah itu mereka dan walinya bertemu di suatu tempat yang telah ditentukan selain dikediaman kedua pemuda dan pemudi tersebut. 

Pada saat pertemuaan itu, yang dibahas adalah tentang keyakinan kedua mempelai untuk menikah dan apa saja yang harus dipersiapkan mempelai laki-laki untuk meminang mempelai wanita seperti uang mahar, adat, wali, dan yang lainnya. Semua itu ditentukan oleh wali dan mempelai wanitanya ingin berapa. 

Pada umumnya, untuk uang mahar dan wali menggunakan satuan mayang seperti 1 mayang, 2 mayang, dan seterusnya. Sedangkan uang adat biasanya menggunakan satuan rupiah. Setelah tercapainnya kesepakatan antara kedua mempelai, maka pertemuan pun selesai. Setelah itu, masing-masing wali dari kedua mempelai akan memperitahukan hal yang telah disepakati kepada orang tua mempelai.

Beberapa hari setelah itu, maka mempelai laki-laki akan kerumah mempelai perempuan untuk bertemu orang tuanya untuk melamar anak perempuannya. Pada tahap ini, sedikit unik karena dilakukan secara sembunyi-sembunyi.  Mempelai laki-laki yang akan ditemani teman ataupun orang terdekatnya masuk dari pintu belakang membawa pinang, gambir, daun sirih, kapur sirih dan berlutut di hadapan orang tua mempelai wanita dan mengatakan bahwa ia ingin meminang anaknya. 

Jawaban dari orang tua dapat diketahui dari diterima dan dimakannya sirih tadi atau bisa juga dari ucapan.  ''Mempelai laki-laki masuk sembunyi-sembunyi  dari pintu belakang itu tujuannya adalah agar tetangga tidak mengatahuinya, karena itu baru melamar dan masih bisa saja batal. Lebih tepatnya untuk menghindari rasa malu dari kedua pihak apabila tidak sampai ke jenjang pernikahan'' ujar pak Adam menjelaskan.

PERNIKAHAN

Apabila orang tua mempelai wanita telah menyetujui, maka setelah itu kedua orang tua akan berkumpul di rumah mempelai wanita untuk membicarakan tanggal pernikahan. Pada tahap ini, juga dihadiri oleh ketua adat, wakil ketua adat, dan beberapa masyarakat setempat. Apabila tanggal telah ditentukan, maka ketua adat dan keluarga mempelai wanita akan mengundang masyarakat sekitar untuk berkumpul  guna untuk membicarakan kepanitian saat acara pernikahan.  Musyawarah ini juga diketuai oleh ketua adat.

Acara pernikahan dilakukan di rumah wanita dari pagi menjelang sore. Setelah itu dari sore sampai malam dilaksanakan di kediaman pria. Sekitar 1 km dari kediaman mempelai laki-laki, maka kedua mempelai akan manaiki kuda sampai ke kediaman mempelai laki-laki.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline