Banyak orang berbicara tentang pendidikan fokus pada kualitas pendidikan dan inovasi metode dan model pembelajaran di kelas untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam belajar, serta inovasi belajar untuk menunjukkan seorang guru menguasai berbagai metode belajar yang diterapkan atau dieksperimenkan ke siswa baik siswa SD sampai siswa SMA. Namun orang lupa berbicara tentang pendidikan akan dapat berkelanjutan, ketika ada siswa yang diajar dan ada kehidupan di sekolah dengan hadirnya peserta didik untuk mendapatkan pembelajaran. Banyak sekali sekolah yang berdiri tetapi hari ini sekolah berdiri bukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sekolah didirikan untuk memenuhi kebutuhan industri pendidikan dalam bentuk pasar pendidikan.
Siswa menjadi obyek kapital dalam pendidikan dan orang tua menjadi sumber pundi-pundi untuk bisa mendukung industri kapital ini. Ketika orang berbicara pendidikan sibuk dengan kurikulum, metode belajar, materi ajar, dan fasilitas belajar. Selain itu, orang sibuk dengan nasibnya guru, sertifikasi guru, kesejahteraan guru. Tetapi ada yang terlupakan yaitu siswa yang sejahtera, siswa yang bahagia, dan siswa yang bisa mendapatkan akses pendidikan tanpa tertekan. Apa artinya model dan inovasi pembelajaran ketika siswa sudah kehilangan semangat belajar, putus asa dalam belajar, bahkan sudah tidak dapat lagi melanjutkan pendidikan karena persoalan keuangan, persoalan keluarga, dan persoalan dengan teman.
Pendidikan untuk siapa?
Saat ini patut kita bertanya, pendidikan untuk siapa dan tanggung jawab siapa? Selama menjadi seorang guru/pendidik kita diperhadapkan pada situasi semakin mahalnya biaya pendidikan. Biaya pendidikan dari tahun ke tahun tidak semakin turun tetapi semakin naik. Sekolah berdiri megah baik negeri maupun swasta tetapi justru akses dan kesempatan bagi orang miskin, tidak berpunya, dan kurang mampu semakin sulit untuk masuk ke sekolah yang diharapkan bahkan sekolah favorit. Begitu juga sekolah swasta harus berjuang untuk hidup dan menghidupi seluruh manajemen dan staf serta operasional sekolah yang semakin tidak murah. Dampak dari ini ialah naiknya biaya operasional pendidikan. Anggaran pendidikan yang katanya 20 persen dari APBN dan APBD sampai hari ini kurang dirasakan dampaknya. Pendidikan tanggung jawab bersama atau tanggung jawab negara atau tanggung jawab orang berduit. Hal ini ironis sekali melihat keberadaan pendidikan di Indonesia yang kehilangan roh dan jiwanya. Apabila mengingat cita cita pendiri bangsa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan pada hakikatnya adalah untuk semua, pendidikan hendaknya bisa merata untuk semua warga negara atau semua rakyat tanpa memandang kaya atau miskin. Cita cita yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara melalui Tamansiswa dan Taman Indria sebagai cikal bakal pendidikan untuk semua. Pendidikan yang membolehkan siswa untuk sekolah dan mendapatkan pendidikan, masalah biaya dipikirkan bersama dan bukan menjadi hambatan dan halangan. Hadirnya sekolah untuk semua, pendidikan untuk rakyat melalui cita-cita Ki Hadjar Dewantara sudah mulai tidak nampak lagi di negeri ini.
Ada siswa ingin sekolah tetapi orang tua tidak mampu, sehingga yang terjadi ia tidak dapat meneruskan sekolah. Kesulitan biaya dan susahnya membayar SPP, serta beasiswa semakin sulit diperoleh dan syarat-syarat untuk mendapatkan akses pendidikan semakin menyulitkan. Orang harus sekolah dengan biaya tinggi. Saat ini masyarakat merindukan hadirnya institusi pendidikan yang ramah bagi rakyat, ramah bagi orang tua, dan ramah bagi siswa untuk mendapatkan akses pendidikan tanpa tekanan biaya dan anggaran yang semakin membengkak. Satu hal yang memprihatinkan anggaran pendidikan katanya minim tetapi korupsi semakin membesar dan merajalela. Pendidikan harusnya menjadi perhatian negara untuk lebih memberikan akses pendidikan untuk semua. Kerinduan sistem pendidikan dan institusi seperti Tamansiswa dibutuhkan untuk bangsa ini agar setiap orang mendapatkan hak untuk belajar dan masuk sekolah bukan karena latar belakang orang tua, latar belakang ekonomi, tetapi pendidikan untuk memberikan kesetaraan martabat, dan harkat bangsa lebih baik dan terdidik. Semoga cita-cita itu ada yang meneruskan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H