Di era globalisasi saat ini tingkat kecenderungan terhadap korban pecandu NAPZA dan penyandang masalah kejiwaan semakin tinggi, hal ini disebabkan karena frustasi dalam hidup dan kesulitan ekonomi dalam kehidupan semakin kompleks. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai, keretakan hubungan rumah tangga, pengangguran kemiskinan, tekanan dalam pekerjaan dan diskriminasi meningkatkan resiko penderita gangguan jiwa.
Masih banyak keluarga dan masyarakat yang menganggap bahwa korban pecandu NAPZA dan penyandang masalah kejiwaan sebagai penyakit yang memalukan dan membawa aib bagi keluarga. Oleh karenanya, seringkali korban pecandu NAPZA dan penyandang masalah kejiwaan disembunyikan bahkan dikucilkan, tidak dibawa berobat ke dokter karena adanya rasa malu.
Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sangat sarat nilai dan bukan hanya mengenai satu segi,namun mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia, sebagaimana yang terkandung di dalam Al-Quran.
Quraish Shihab menyebutkan bahwa Islam mempunyai aturan-aturan atau syariat yang melindungi agama, jiwa, keturunan, akal, jasmani dan harta benda. Tiga dari keenam hal tersebut yakni jiwa, jasmani dan akal sangat berkaitan erat dengan kesehatan, oleh karena itu ajaran Islam sangat sarat dengan tuntutan bagaimana memelihara kesehatan.
Permasalahan sosial yang terkait dengan adanya penyandang kasus kejiwaan dan korban penyalahgunaan NAPZA telah menjadi hal yang sangat meresahkan di lingkungan keluarga dan masyarakat. Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam hal ini, Kementrian Sosial, dan Badan Narkotika Nasional, sebagai instansi resmi pemerintah, telah melakukan upaya untuk mengatasi persoalan tersebut.
Namun dalam kenyataannya, masih saja persoalan tersebut menjadi masalah yang belum teratasi, seperti masih dijumpai orang-orang dengan gangguan kejiwaan di jalan-jalan, dan juga anak-anak muda menjadi korban NAPZA yang menjadi hilang harkat dirinya dan bertindak meresahkan keluarga dan masyarakat.
Belum lagi korban NAPZA yang parah kecanduannya, menjadi over dosis dan terkena syaraf kejiwaan nya. Semua ini menjadi masalah yang ada di masyarakat. Panti Rehabilitasi Pondok Tetirah Dzikir hadir untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut.
Panti Rehabilitasi Pondok Tetirah Dzikir adalah wadah penanganan dan pembinaan korban NAPZA dan penyandang masalah kejiwaan. Di sini para pengurus tidak ingin memanggil para korban tersebut dengan sebutan pasien, melainkan mereka lebih senang memanggil dengan sebutan santri.
Hal ini merupakan sebuah upaya yang dilakukan sebagai bentuk kepedulian mengingat semakin banyaknya jatuh korban dampak persoalan yang sangat serius bagi kesadaran manusia, dimana di jaman yang semakin modern di era globalisasi sekarang ini perhatian manusia lebih banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai hedonisme, kompetisi, krisis ekonomi, yang bagi sebagian manusia menjadi ancaman dalam menghadapi masa depan yang mengakibatkan ketidakseimbangan psikis, krisis jati diri, penyalahgunaan NAPZA, dan penyakit-penyakit kronis dalam jasmani dan rohani.
Adapun metode yang digunakan oleh Pondok Tetirah Dzikir dalam menangani para santri diantaranya sebagai berikut.
1. Dzikir