Lihat ke Halaman Asli

Abdul Manan

Mahasiswa UIN Gusdur Pekalongan

Belajar dari Jangkrik dan Sapi untuk Menjadi Pemaaf

Diperbarui: 12 November 2024   12:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belajar menjadi Pemaaf dari Jangkrik dan Sapi

Dalam perjalanan hidup, setiap orang pasti pernah merasakan sakit hati, kecewa, atau terluka oleh tindakan atau ucapan orang lain. Reaksi alami manusia ketika disakiti adalah marah, dendam, atau ingin membalas. Namun, di balik itu semua, ada sebuah pilihan yang lebih mulia dan menenangkan hati, yaitu memaafkan. Menjadi orang yang pemaaf bukanlah tanda kelemahan, melainkan bukti kekuatan batin dan kematangan emosional.

Memaafkan bukan berarti melupakan atau membenarkan tindakan yang salah. Sebaliknya, memaafkan adalah proses melepaskan perasaan negatif yang mengikat hati kita, serta memberikan ruang untuk kedamaian dan kebahagiaan kembali hadir. Orang yang mampu memaafkan biasanya memiliki kesehatan mental yang lebih baik, relasi sosial yang lebih harmonis, dan kualitas hidup yang lebih tinggi. Meskipun memaafkan sering kali bukanlah hal yang mudah, tetapi ia merupakan langkah penting dalam perjalanan menuju kebahagiaan sejati.

Mengapa memaafkan itu penting? Bagaimana cara melatih diri untuk menjadi orang yang lebih pemaaf? Artikel ini akan membahas makna memaafkan, manfaatnya bagi kesehatan mental dan fisik, serta strategi untuk melatih diri menjadi pribadi yang lebih sabar dan pemaaf dalam menghadapi berbagai situasi hidup.

Untuk mengawali penjelesannya penulis ingin bercerita tentang Cerita jangkrik, sapi dan manusia berkaitan dengan kapasitas otaknya.

Pexels.com

Pernahkah kalian mainan hewan kecil yang punya suara khas ini?, Jangkrik menjadi salah satau hewan yang digunakan untuk mainan anak kecil, tentunya karena kemampunanya menghasilkan suara yang nyaring pada saat terdapat gangguan atau untuk menarik lawan jenisnya. Coba perhatikan, pada saat Jangkrik dimainkan oleh anak-anak misalnya dengan dikili-kili dengan bulu atau dengan rumput. Tentu jangkrik akan menyerangnya dengan anggapan yang menyerangnya adalah bulu itu sendiri. Padahal yang memainkannya adalah anak itu sendiri (manusia).

Kemudian mari kita perhatikan pada hewan lain. Dalam hal ini penulis mencontohkan Sapi. Mungkin pernah diantara kita mengganggu sapi dengan niat bermain agar sapi tersebut marah dengan mengejar kita. atau yang lainnya. Misalnya dengan menyodok-nyodok biji kelaminnya dengan kayu, sampai sapi tersebut ngamuk dan menendang atau mengejar kita. dari sini kita tahu bahwa sapi menyadari bahwa yang mengganggunya bukan dari kayunya, akan tetapi kita yang menyodok-nyondoknya menggunakan kayu.

Setelah memahami kisah tersebut mari kita refleksikan pada kehidupan kita sehari-hari.

Pertama, pernahkah kita mengalami kekecewaan, sakit hati, marah disebabkan oleh orang lain baik disengaja maupun tidak sengaja? Coba pahami jika kita marah dan kita menyalahkan orang lain maka kita sama halnya dengan jangkrik dengan mengira orang lain lah yang membuat kita kecewa atau marah. Kemudian jika kita berpikir bahwa setiap kejadian yang menimpa kita adalah kehendak Tuhan yang maha Kuasa maka kita akan sama dengan Sapi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline