Lihat ke Halaman Asli

Perempuan Dalam Pasar Tenaga Kerja

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Suatu hari di kantor lama di Gubeng……. Saya mendapati PR(Public Relation) kantor tempat saya bekerja terkantuk-kantuk di meja dengan wajah kusut dan bengkak. Ketika iseng-iseng saya tanya, dia berkisah semalaman dia dugem di Coyote bersama 4 orang klien kantor. Katanya, “ngga tahu saya minum apa semalam Bu, pokoknya rasanya gila banget…! saya pulang jam 3 tadi pagi, rasanya ngantuuk banget. Muka saya bengkak ya Bu? saya boleh tidur sebentar di ruangan Ibu ya, please….” Masih dengan kekagetan saya, setengah menasehati, saya ngomong, “Mey, minum minuman keras itu ngga boleh lho Mey, apalagi sampai mabok. Ibadahnya bisa ngga diterima selama 40 hari. Kamu tahu apa rasanya, 40 hari kita sholat, puasa dll ngga ada gunanya.” Saya ngomong begitu karena saya lihat si Mey ini rajin ke basement untuk sholat, dia juga rajin puasa Senin Kamis. Tetapi dasar PR, pinter banget nge-les, “Bagi saya pokoknya ngga nyakitin orang, saya rasa ngga masalah Bu!” Aduh! memangnya agama itu hanya menyangkut hubungan antar manusia po, batin saya. Diam-diam saya menyesal telah ngomong tadi. Karena apapun itu saya ngga seharusnya mencampuri kehidupannya. Tetapi sebenarnya apa sih fungsi kehadiran perempuan di sektor publik?

Perempuan dalam pasar tenaga kerja adalah perempuan yang melibatkan diri dalam struktur pasar, yakni struktur yang mendukung berlakunya nilai tukar. Yang sering terjadi, tanpa disadari perempuan telah menjadi nilai tukar itu sendiri. Kehadirannya bak barang penyedap yang harus selalu ada dalam setiap urusan bisnis. Pendeknya, ia bak barang itu sendiri. Di TV-TV ada iklan minyak pelumas dengan perempuan yang terbuka roknya. Padahal ngga ada korelasi sama sekali antara perempuan dengan olie. Itu hanya sebagian kecil contoh saja.

Persoalannya bukan lagi dimana seorang perempuan ditempatkan, tetapi bagaimana seorang perempuan harus selalu berusaha menempatkan diri pada puncak fungsi kesadarannya di depan Yang Empunya Semesta. Maka kehadirannya di sektor publik tentu saja bukan untuk memperteguh otoritas material dalam mekanisme pasar. Sebaliknya, misi kehadirannya adalah untuk mendidik setiap person yang terlibat dalam mekanisme pasar itu agar dapat menemukan kembali dimensi-dimensi spiritual dari kerja-kerjanya. Setiap perempuan yang bekerja di sektor publik, apakah sebagai pendidik, pegawai, ataukah sebagai marketing, haruslah sebagai penyampai kebenaran, seorang mubalighah!

Fungsi menyampaikan kebenaran ini tidak harus melalui ceramah atau kutbah. Tetapi sebenarnya, seorang pegawai kantor perempuan yang dapat berpakaian sopan, menahan pandangan, bekerja dengan efisien dan rajin menegakkan sholat, sesungguhnya telah bertablig dengan sikapnya. Seorang perempuan yang melakukan perdagangan dengan jujur dan mampu berpuasa dari kehendaknya menumpuk kekayaan, juga telah bertablig. Insyaallah begitu!

Salam Kompasiana,

Malika D. Ana

(Tulisan yang sama bisa dilihat di www.katarsisalamalika.wordpress.com)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline