Ritus ini adalah sala satu ritus kebudayaan manggarai yang boleh dikatakan sakral dan penuh mistis, jarang orang-orang mengenal ritus roko molas poco ini secara lebi dalam. Acara ini hanya di gelar saat pembangunan mbaru gendang atau rumah adat baru.
Roko molas poco ialah upacara penjemputan, kalimat itu sendiri berasal dari bahasa setempat , tepatnya dari kata roko yang memiliki arti pikul, molas yang berarti cantik dan poco yang berarti gunung atau hutan. sehingga secara harafia artinya memangku, menanggung, pikul seorang gadis cantik dari gunung. Dalam prosesi yang dijalankan warga Manggarai, pikulan dilakukan dengan posisi satu tangan menyangga dan satu tangan lain memeluk kayu. Dalam konteks budaya, roko molas poco sebuah istilah manggarai yang memang memukau jiwa dan membangun militansi masa, oleh tuntutan moralitas sebagai masyarakat adat, sehingga dalam ritualnya pasti di warnai beberapa acara lain yang sengaja dilibatkan untuk meramaikan peroses pembangunan rumah adat baru atau yang di sebut mbaru gendang.
Seperti yang sudah kita ketahui penjelasan diatas, roko molas poco adalah tradisi pikul kayu yang dilakukan secara bersama-sama ketika sebuah desa hendak membangun Mbaru Gendang atau rumah adat. Hal tersebut dilakukan dengan perarakan dari hutan dengan membawa kayu pilihan yang diatasnya diduduki oleh seorang gadis remaja. Sepanjang jalan pun selalu diiringi dengan gong dan gendang sambil menyanyi lagu kebudayaan seperti danding, mbata, nenggo , dan lainya sebelum masuk kampung warga kampung yang terlibat dalam perarkan molas poco sampai di pintu gerbang kampung akan di terimah secara adat. Namun sebelum berlangsungnya acara ini biasanya warga kampung memberi persembahan kepada leluhur berupa sesaji serta minta petunjuk, kekuatan,serta pengawasan kepadah roh nenek moyang supaya dalam peroses acara ini dapat berlansung dengan baik serta baekerja seoptimal mungkin. Pemberian sesajian itu dilakukan di altar atau compang tengah-tengah kampong.
Kayu atau yang disebut "molas poco" ini akan di jadikan sebagai tiang utama dalam rumah adat yang berposisi di tengah-tengah bangunan tentunya mempunyai makna yang penting dalam masyarakat adat. Ritual yang sangat bermakna dan penu mistis ini tidak boleh di buat asal-asalan, karena menurut kepercayaan orang manggarai jika ada yang melanggar sesuatu yang berbau hadat dalam acara roko molas poco ini maka seisi kampong akan terdampak malah petaka. Karena itu sebelum berlangsungnya acara roko molas poco pasti melakukan rentetatan acara adat lain untuk mematangkan peroses dalam acara puncak.
Si gadis cantik atau molas poco di turunkan di tengah-tengah kampung melalau prosesi hadat biasanya di lakukan sembelih babi darahnya di tumpahkan di atas kayu yang hendak di jadikan sebagai siri bongkok atau tiang tengah sebua bangunan itu. Didalam filosofi manggarai siri bonkok kayu yang berbentuk bulat sebagai tiang tengah adalah lambang persatuan karena beranggapan sebagai pusat penyelsaian masalah
Ratusan tokoh adat dan petinggi suku yang diundang pun menyambut kedatangan mereka di tengah desa dengan duduk bersila bersama. Dengan tetap mempertahankan gadis diatasnya, kayu yang dibawa dan dianggap suci tersbut pun diturunkan. Pemotongan seekor babi turut dilakukan yang selanjutnya diikuti dengan penumpahan darah di depan kayu. Setelah acara inti selesai barulah gadis diatas kayu diperbolehkan untuk turun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H