Gaya Belajar 3: Rara Si Penghafal Jawaban

Adikku satu ini terbilang sangat ketika disuruh belajar.  Dia hanya gemar bermain boneka, menonton tv, dan bermain hp. Setiap nasihat yang kami berikan hanya ia dengarkan tanpa  dilakukan.  Hingga tiba waktunya ketika Rara dituntut untuk belajar. 

Ya, memasauki kelas enam sd sepertinya membuka pemikiran Rara untuk mulai giat belajar. Ia sangat takut tidak lulus dan mendapatkan sekolah negeri.

Akhirnya, Rara benar-benar serius untuk belajar. Perlahan-lahan kami pun menasihati cara-cara belajar, dimulai dari cara saya, Sisi, hingga Mimi tidak ada yang sesuai dengan minat dan semangat belajarnya.  

Rara memang anak yang tidak suka berpikir lama. Di keluarga kita dialah orang yang paling lucu, sehingga susah untuk disuruh serius. Rara juga susah menerima pelajaran, tidak hanya matematika tapi hampir semua mata pelajaran.  

Akhirnya, kami tidak lagi mencampuri urusan Rara untuk belajar. kami biarkan dia memilih jalan mana yang akan dia gunakan untuk menguasai bidang yang akan di UN kan.

Rara memilih membeli buku prediksi soal-soal UN. Hampir tiga bulan lamanya kami kehilangan keceriaan Rara. Adik bungsu kami mencoba untuk serius dalam belajar sehingga ia memasang wajah jutek dan sangat sensitif. Beruntung, kami mengerti dengan kondisi Rara saat itu.

Tidak banyak yang dilakukan Rara dalam belajar. I a hanya mengerjakan soal, mengoreksinya dengan kunci jawaban kemudian dia ulang hingga paham. Bisa dikatakan Rara hanya belajar dengan satu buku itu saja.

Usaha kerasnya terbayar, setelah ia mendapatkan nilai yang lumayan tinggi dan diterima di sekolah negeri. Rara pun kembali tersenyum dan mengocok perut kami dengan lelucon recehnya.

Ketiga gaya belajar itu mungkin sederhana.  Masih banyak gaya belajar lain yang lebih menarik dan mudah untuk diterapkan. Pintar merupakan sebuah p ilihan, sama halnya dengan bodoh. Selama kita mau, tidak ada anak yang akan memilih menjadi orang bodoh.