Adikku yang satu ini bisa dikatakan pintar dalam hal pelajara. Sejak SD hingga SMA dia selalu berada di peringkat 10 besar bahkan terkadang di peringkat pertama di kelasnya. Mimi juga tergolong siswa yang rajin belajar. Berbeda dengan saya, Mimi justru unggul di bidang matematika. Sedangkan untuk urusan ilmu sosial daya nalarnya terbilang cukup lambat. Meskipun begitu, Mimi tidak pernah mengecewakan soal hasil ujian, meskipun setiap hari menggerutu soal pelajaran sejarah atau bahasa yang jelimet, tapi usaha tidak pernah mengkhianati hasil.
Pintar tidak selalu menjadi kunci utama anak berhasil dalam pelajaran. Banyak anak yang terlahir dengan otak pintar namun tidak bisa mengaplikasikan kemampuannya. Tapi, banyak anak yang terlahir kurang pintar tapi karena rajin dia berhasil dalam pelajaran.
Mimi memiliki masalah dengan pelajaran ilmu sosial dan bahasa. Sebut saja, sejarah dimana dia harus banyak menghafal nama, tahun bahkan tanggal serta kejadian lainnya, kemudian pelajaran kewarganegaraan dengan beberapa narasi yang membingungkan, ditambah bahasa indonesia dengan aturan EYD yang selalu berubah dan narasi-narasi yang jelimet. Mimi banyak mengeluh tentang pelajaran-pelajaran itu.
Suatu kali dia curhat ke saya tentang sulitnya menerima pelajaran ilmu sosial. Saya ingat waktu itu dia baru duduk di bangku SMP. Intensitas bertemu kami memang jarang, makanya ketika kami bertemu saya dan saudara lainnya sering menghabiskan waktu dengan mengobrol dan bersenda gurau. Namun, tak jarang kami saling bertanya permasalahan apa yang sedang dihadapi di sekolah masing-masih. Saat Mimi mengeluh tentang pelajaran itu di tengah obrolan kami, saya memberikan jawaban santai," kalo aku sih suka sama catatan warna-warni, aku kelompokin materi yang serupa yang sekiranya nyaman buat di hafal".
Awalnya saya tidak menduga jika Mimi mengikuti saran saya. Sebab, saat itu saya sedang sekolah SMA di luar kota, sehingga kita bertemu saat saya libur atau paling tidak lebaran. Saya sadar ketika saya mulai tinggal di rumah, atau ketika dia memasuki masa SMA. Saya sering melihat bagaiman buku pelajaran ia sebar di ruang tamu dan mulai mencatat.
Saat itu, saya menghampirinya melihat-lihat buku yang berserakan dan tempat pensil. Awalnya saya kaget, karena tempat pensil Mimi ada 2 jenis, satu tempat pensil berukuran kertas A4 yang berisi berbagai kertas potongan kecil dengan catatan-catatan pelajaran di dalamnya. Selain itu, ada bergbagaii warna dan bentuk sticky note , spidol, penggaris dkk. Sedangkan tempat pensil satu lagi berukuran normal dengan aneka warna pulpen dan pensil, busur, jangkar dkk. Alat tulis Mimi terbilang sangat lengkap , sebab dulu saya hanya menggunakan spidol 12 warna dan pulpen tinta hitam saja.
Tidak ingin mengganggu, saya melihat bagaimana dia mencatat pelajarannya. Saya terkejut, karena tidak hanya rajin ternyata Mimi juga kreatif dalam membuat catatan. Catatan Mimi disusun dengan pola gambar yang bertema selain itu, ia juga menggunakan warna-warna menarik. Tidak sampai disitu, saking rajinnya Mimi memiliki 2 buku catatan. Satu buku catatan wajib yang biasanya akan di periksa oleh guru dan satu lagi 1 buku file tebal yang berisi semua mata pelajaran dengan tulisan dan gambar-gambar menarik di dalamnya. Wah, saya dibuat kagum dengan usaha keras Mimi dalam belajar.
Satu kali, saya dan Mimi pergi ke toko alat tulis di mall dekat rumah. Saat saya asyik dengan buku-buku, Mimi justru tertarik dengan ATK yang berjejer di sudut. Saat hendak membayar, saya kaget karena alat tulis yang di beli Mimi jika di total hampir 500 ribu rupiah. Wahh, saat itu saya menasihatinya agar tidak boros. Maklum, waktu sekolah dulu saya hanya modal pulpen seharga 2000 rupiah, hahaha. Tapi Mimi dengan santai menjawab, "aku ngumpulin uang jajan emang buat ini mbak, kata mama juga gapapa yang penting di pake,". Kalo dipikir-pikir ada benarnya juga sih, Mimi membelinya dengan uang jajan sekolah yang ia tabung. Jadi kupikir, sudah hak dia untuk menggunakannya untuk apa.
Dari sini saya tahu, belajar itu sulit bahkan untuk orang pintar sekalipun. Terkadang kita bosan dan lelah. Tapi, ketika kita menemukan cara yang menyenangkan belajar pun akan mudah, bahkan justru memotivasi untuk lebih rajin lagi. Seperti Mimi yang menemukan cara menyenangkan dalam proses belajarnya.
Semoga bermanfaat, next saya lanjut dengan adik ketiga saya Rara. Anak bontot yang lebih sering ngambek ketika disuruh belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H