Menuju Kedaulatan Pangan Indonesia: Membangun Sistem yang Tangguh di Tengah Krisis Global
Oleh Allya Mahira
Pangan adalah hak mendasar setiap individu untuk hidup sehat dan sejahtera. Namun, ditengah permasalahan global seperti Perubahan iklim, pandemu, dan ketergantungan pada impor, menciptakan ketahanan pangan bagi Indonesia bukalah perkara yang mudah. Beragam tantangan, mulai dari tingginya ketergantungan pada impor hingga kerawanan pangan di daerah terpencil, masih menjadi persoalan yang harus segera diatasi.
Dengan segala potensi alam dan keanekaragaman hayati yang dimiliki, Indonesia sejatinya memiliki kemampuan untuk menjadi negara yang mandiri dalam hal pangan. Menurut Jarot Indarto, Direktur Pangan dan Pertanian, yang juga berperan penting dalam penyusunan RPJPN 2025-2045, Indonesia membutuhkan pendekatan yang kuat untuk mewujudkan sistem pangan yang berkelanjutan.
Ketahanan pangan sangat penting bagi keberlangsungan suatu negara. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi permintaan pangan yang terus meningkat. Sebagai contoh, beras menjadi salah satu komoditas yang paling diandalkan oleh masyarakat Indonesia. Sayangnya, ketergantungan terhadap komoditas ini justru membuar negara rentan jika terjadi fluktuasi pasokan. Bahkan dari beberapa tahun teraakhir, Indonesia masih mengimpor beras dari negara lain untuk menutup kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi secara mandiri.
Jarot Indarto menyampaikan, "Indonesia harus memastikan ketersediaan pangan yang berkelanjutan, dengan mengurangi ketergantungan impor dan mengembangkan ekosistem pangan lokal berbasis ecoregion". Dengan demikian, pemerintah tidah hanya perlu berfokus pada ketersediaan pangan, etapi juga pada kemampuan untuk menghasilkan pangan secara mandiri dan berkelanjutan. Tantangan ini tidak hanya mencakup beras, tetapi juga komoditas pangan lainnya seperti jagung, kedelai, dan ikan yang memainkan penting dalam mencukupi kebutuhan pangan nasional.
Perubahan iklim menjadi salah satu tantangan terbesar dalam mencapai ketahanan pangan di Indonesia. Peningkatan suhu global, Perubahan pola hujan, serta bencana alam seperti banjir dan kekeringan membuat produktivitas pertanian semakin tidak menentu. Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) yahun 2021, sekitar 89,54% lahan pertanian di Indonesia mengalami degradasi dan dinyatakan tidak berkelanjutan. Tingginya penggunaan pupuk kimia, degradasi tanah, dan ketidakseimbangan antara permintaan serta produksi pangan turut memperburuk kondisi ini.
Menurut Jarot Indarto "sekitar 89,54% lahan pertanian Indonesia tidak berkelanjutan, dengan risiko degradasi yang tinggi karena penggunaan input kimia berlebihan dan konflik kepemilikan lahan." Oleh karena itu, pendekatan yang adaptif terhadap iklim sangat diperlukan. Penerapan Teknik pertanian yang berkeleanjutan, seoerti cerdas iklim (climate-smart algaculture), dianggap sebagai solusi efektif untuk mempertahankan produktivitas tanpa merusak lingkungan. Dengan demikian, Indonesia perlu mengadopsi sistem pertanian yang adaptif terhadap Perubahan iklim dan mengurangi esmisi karbon dari sector pertanian.
Indonesia memiliki potensi alam yang sangat besar, yang memungkinkan pengembangan sumberpangan lokal sebagai alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Dalam materi yang dibawakan oleh Jarot Indarto, pentingnya diversivikasi pangan lokal seberti tanaman umbi-umbian, kacang-kacangan hingga sumber protein dari laut yang bisa menjadi alternatif pangan bagi masyarakat. Menurut beliau," Pengembangan pangan lokal seperti biofortifikasi sangat benting untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat dan mengurangi ketergantungan pada impor prosuk pangan tertentu"
Selain itu, pengembangan pangan lokal juga menjadi salah satu solusi untuk mengatasi ketimpangan pangan di Indonesia. Data menunjukan bahwa masih ada 68 kabupaten/kota yang rentan terhadap kerawanan pangan, terutama di wilayah timur Indonesia.
Dengan mendorong pengembangan ekosistem pangan lokal berbasis ekorigion, pemerintah dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki setiap daerah untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat setempat. Sistem ini juga memungkinkan masyarakat di daerah terpencil untuk lebih mudah mengakses pangan yang bergizi dan terjangkau.