Lihat ke Halaman Asli

Ramadhanku di bulan Ramadhan

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedikit cerita tentang Ramadhan biasa dipanggil Rama, anakku yang berusia 11 tahun. Alhamdulilah, tahun ini adalah tahun ketiga Rama berpuasa penuh di bulan Ramadhan. Sebagai ibu, aku bangga dengan ibadah puasanya Rama. Kebetulan, di rumah kami yang menjalankan ibadah puasa Ramadhan hanya aku dan Rama. Papanya Rama belum melaksanakan ibadah puasa karena alasan tertentu. Tapi itu tidak menyurutkan niat putra pertamaku itu untuk beribadah puasa Ramadhan.

Kondisi papanya yang tidak berpuasa sama sekali tidak berpengaruh untuk Rama. Tidak ada satupun pertanyaan ataupun pernyataan keberatan keluar dari Rama dengan kondisi ini. Bahkan aku yang ' gatal' bertanya padanya tentang hal ini. Rama bilang " Ma, terserah Papa mau puasa atau gak puasa, itukan urusannya Papa, aku gak boleh ngurusin ibadahnya Papa. Ibadah itu kan urusan masing-masing Ma.."

Subhanallah, sebagai seorang ibu, bahagia sekali rasanya mendengar ucapannya itu. Anak umur 11 tahun, alhamdulillah sudah mampu bertoleransi dalam urusan beribadah. Duh Rama, mama setuju sekali dengan pendapat kamu dalam hal ini. Mama mohon, jangan merubah pandangan kamu tentang toleransi beribadah ini yaa. Kalau bisa,  Rama wariskan prinsip ini ke anak cucu nanti yaa. Andaikan saja, semua orang berpendapat yang sama dengan kamu, pastinya tidak akan ada kerusuhan-kerusuhan yang mengatas namakan perbedaan agama.

Tuhan menciptakan perbedaan dalam kehidupan ini dengan suatu alasan tertentu. Sebagai contoh, Tuhan menciptakan bermacam-macam warna, ada kuning, hitam, putih dan warna lainnya. Mungkin Tuhan menciptakan berbagai macam warna, agar kehidupan ini lebih indah, lebih bermakna dan pastinya tidak membosankan. Bayangkan saja, betapa membosankan dan menyeramkan jika hanya ada satu warna di kehidupan.

Perbedaan adalah perbedaan. Tidak  perlu dipaksakan menjadi sama jika pada dasarnya memang berbeda. Terdengar klise memang bahwa perbedaan itu harus diterima, dimengerti dan diikhlaskan. Hidup itu terlalu indah,untuk disia-siakan dengan membesar-besarkan perbedaan. Terutama perbedaan agama dan cara beribadah.

Bagi keluarga kecilku, beribadah bukan hanya kewajiban, tapi hak mutlak setiap orang. Bebas-bebas saja beribadah dengan cara masing-masing asalkan tidak saling menganggu.

Bagi saudara-saudaraku umat muslim yang merayakan, " Selamat HariRaya Idul Fitri. Mohon Maaf lahir bathin." Kapanpun lebarannya, hari Selasa atau Rabu, yang penting adalah ibadahnya.

Bagi saudara-saudaraku yang non muslim, " Mohon maaf lahir dan bathin." ..




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline