Lihat ke Halaman Asli

Perlu Tidaknya Sistem Zonasi pada PPDB yang Didukung Kesenjangan Sistem Pendidikan dan Insfrastruktur

Diperbarui: 5 Juni 2024   19:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kebijakan tentang sistem zonasi sekolah merupakan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) yang baru dan terdapat pada No. 14 Tahun 2018 mengenai Penerimaan Peserta Didik Baru dengan lebih menjelaskan bagaimana sistem pemerataan tersebut dijalankan. Dijelaskan pada pasal 16 Permendikbud No. 14 Tahun 2018 dimana dijelaskan bahwa sekolah harus menerima siswa baru yang berdomisili pada radius paling dekat dengan sekolah yang dilihat berdasarkan pada alamat Kartu Keluarga yang terbit paling lambat 6 bulan sebelum masa PPDB.

 Penerapan sistem zonasi yang sudah dimulai sejak 2016 dan mulai efektif tahun 2017 di sekolah-sekolah di Indonesia membawa dobrakan baru bagi sistem pendidikan di Indonesia. Pasalnya dulu sebelum ada zonasi sistem penerimaan peserta didik baru didasarkan pada nilai Ujian Nasional (UN) saja tetapi sekarang sejak diberlakukannya sistem zonasi, aspek domisili rumah calon peserta didik juga akan diperhitungkan. Penentuan wilayah atau zona geografis digunakan untuk membatasi area pendaftaran dan penempatan siswa pada sekolah-sekolah. Hal ini dilakukan untuk mempercepat pemerataan pada sektor pendidikan.

Jika dulu calon peserta didik bebas memilih sekolah favorit mereka bahkan ada sebutan “sekolah unggulan” sekarang sudah tidak bisa lagi. Indonesia berupaya meningkatkan pemerataan pendidikan melalui sistem zonasi yang mengatur peserta didik dari jarak sekolah dengan tempat tinggal calon peserta didik. Hal ini memang perlu dilakukan karena sekolah sekolah yang kurang favorit akan mendapat kesenjangan baik dari jumlah siswa maupun kualitas siswa sendiri.

 Berdasarkan hasil penelitian Novrian dalam jurnalnya menyatakan bahwa pelaksanaan PPDB Zonasi telah berhasil dalam upaya memeratakan akses dan mutu pendidikan. Sebaran siswa dari sisi jarak sudah mendekat ke rumah siswa dan dari sisi mutu input juga telah menyebar di berbagai sekolah sehingga sudah tidak ada lagi dikatakan sekolah unggulan dan non unggulan. Hal ini sesuai dengan tujuan program zonasi pendidikan.

Agar sistem zonasi dapat diterima masyarakat dan implementatif dalam jangka panjang, tujuan dan sasaran kebijakan harus sesuai dengan tujuan awal, mengomunikasikan kebijakan zonasi secara akurat, dan melibatkan masyarakat dalam pemantauan dan evaluasi.

Pelaksanaan sistem zonasi tidak hanya untuk meningkatkan mutu pendidikan, tetapi juga murid-murid biasa bisa ikut merasakan bagaimana rasanya bersekolah disekolah yang baik juga. Selain itu, pengawasan orang tua terhadap anaknya menjadi mudah karena jarak sekolah dengan universitas tidak jauh dan itu menjadi poin plus ketika ada tugas kelompok karena tidak akan jauh dari rumah sehingga bisa menghemat uang. 

Kesimpulannya, penerapan sistem zonasi telah menimbulkan respon positif untuk kepentingan pendidikan. Untuk mencapai sistem zonasi yang dapat diterima dan diterapkan dalam jangka panjang, pemerintah harus mengevaluasi tujuan dan sasaran kebijakan sesuai dengan kondisi awal. 

Daftar pustaka

Karmila, Mila. Niswatu Syakira. Mahir. Analisis Kebijakan Pendidikan Sistem Zonasi Dalam Penerimaan Peserta Didik Baru. https://jurnal.iain-bone.ac.id/index.php/mappesona/article/download/827/559.

Suparno, Parno. Wangsih. Implementasi Sistem Zonasi Penerimaan Siswa SMA Di Kabupaten Belitung Timur. https://ejournal.ipdn.ac.id/JIWBP/article/download/3330/1516/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline