Lihat ke Halaman Asli

Problematika Hukum Perdata Islam Indonesia: Hukum Perkawinan Beserta Ruang Lingkupnya

Diperbarui: 26 Maret 2023   19:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pengertian Hukum Perdata Islam di Indonesia

Hukum perdata Islam di Indonesia merupakan seperangkat aturan yang mengantur mengenai hubungan perseorangan dengan orang lain atau mengatur mengenai hubungan hak dan kewajiban perseorangan dalam lingkup warga negara Indonesia yang mana aturan hukumnya bersumber dari Al-Qur'an dan juga hadits Nabi. Hukum Perdata Islam dapat juga disebut dengan muamalah yakni segala bentuk aturan dan ketentuan yang mengatur hubungan antar manusia satu dengan manusia lainnya. 

Ruang lingkup dari hukum perdata Islam di Indonesia diantaranya meliputi perikatan, perkawinan, perjanjian dst. Hadirnya Hukum perdata Islam di Indonesia ini disebabkan karena mayoritas masyarakatnya yang beragama Islam dan mengingat bahwasannya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat senantiasa saling berhubungan satu sama lainnya yang mana hal tersebut memerlukan sebuah pedoman. Pedoman tersebut berupa nilai-nilai sosial yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadist. 

Perkembangan Hukum Perdata Islam di Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan proses Islamisasi yang terjadi di Indonesia, pada zaman dahulu Islam pertama kali masuk di Indonesia melalui jalur perdagangan yang dilakukan oleh saudagar  Islam dari negeri Timur Tengah. Dapat dipahami bahwasannya secara tidak langsung selain menyebarkan Islam para saudagar tersebut juga memberikan pemahaman tentang perikatan yang didasarkan dengan hukum Islam ,yang mana hal tersebut termasuk dalam Hukum Perdata Islam.

Prinsip Perkawinan Menurut UU No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Menurut agama Islam tujuan dari perkawinan sendiri yaitu untuk mewujudukan keluarga yang sakinah mawaddah  dan warahmah bagi kedua mempelain. Tidak berhenti pada itu saja tujuan dari perkawinan menurut hukum positif yaitu untuk membentuk keluarga  yang bahagia dan harmonis. 

Dari kedua jenis hukum tersebut, perkawinan hadir dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia, agar dapat mencapai tujuan tersebut terdapat prinsip-prinsip  perkawinan yang dapat dijadikan sebagai pegangan oleh kedua mempelai dalam membina rumah tangganya. Prinsip-prinsip perkawinan tersebut dapat ditinjau menurut UU No 1 Tahun 1974 dan juga Kompilasi hukum Islam. Adapun dibawah ini prinsip perkawinan menurut UU No 1 Tahun 1974 yaitu :

  • Tujuan dari pernikahan adalah pernikahan yang kekal. Berdasarkan prinsip ini maka pernikahan yang dilaksanakan oleh kedua mempelai bertujuan untuk mencapai hubungan pernikahan yang kekal hingga kakek nenek.
  • Dilakukan sesuai dengan kepercayaan agama masing-masing. Prinsip ini secara tidak langsung menyatakan bahwasannya pernikahan  dinilai sah apabila dilakukan sesuai dengan kepercayaan masing-masing dan sekaligus melarang adanya pernikahan beda agama.
  • Pernikahan monogami, dan poligami diperbolehkan namun dengan izin. Artinya pernikahan dianjukan untuk hanya memiliki satu orang istri saja, namun apabila dalam menjalani kehidupan rumah tangga dihadapkan dengan permasalahan yang mengharuskan untuk melakukan poligami maka poligami bukan sesuatu yang dilarang asal dengan izin dari istri pertama.
  • Batas usia perkawinan. dalam UU No 1 Tahun 1974 batas usia diperbolehkannya seseorang untuk menikah adalah 19 tahun apabila kurang dari usia tersebut maka dapat mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama.
  • Putusnya perkawinan karena keputusan pengadilan. Dalam perkawina tidak semua pertengkaran/ alasan perceraian dapat dibawa ke pengadilan. Terkadang banyak pasangan suami istri yang engan untuk mendaftarkan atau mengajukan gugatan. Atau prinsip ini dapat diartikan bahwasannya perkawinan tidak hanya dapat terputus apabila suami menjatuhkan talak, melainkan juga dapat terputus apabila pihak istri mengajukan gugatan kepada pengadilan.
  • Kedudukan suami dan istri seimbang. Dalam hubungan pernikahan antara suami dan istri memiliki kedudukan yang sama tidak ada yang lebih unggul daripada satunya.
  • Pencatatan perkawinan. menurut UU No 1 Tahun 1974, perkawinan yang telah dilangsungkan harus dicatatkan ke pengawai pencatatan nikah dengan tujuan agar perkawinan tersebut memiliki kekuatan hukum.

Adapun prinsip-prinsip perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam diantaranya yaitu :

  • Adanya persetujuan dari kedua belah pihak. Artinya dalam melangsungkan perkawinan kedua mempelai harus saling suka dan setuju untuk melakukan pernikahan. serta tidak diperkenankan adanya unsur paksaan. Berdasarkan prinsip ini maka pernikahan karena perjodohan itu tidak diperbolehkan.
  • Larangan menikah dengan saudara senasab hubungan kerabat, semenda dan sepersusuan. Islam melarang adanya pernikahan dengan seseorang yang termasuk ke dalam golongan yang dilarang untuk dinikahi. Yang mana diantaranya yaitu senasab, kerabat, semenda dan sepersusuan. Larangan tersebut bertujuan untuk melindungi keturunan.
  • Terpenuhi syarat dan rukun nikah. Dalam melangsungkan perkawinan terdapat beberapa syarat dan rukun yang harus dipenuhi, apabila rukun dan syarat tersebut tidak terpenuhi maka perkawinan tersebut dinilai tidak sah.
  • Tujuan perkawinan adalah rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah. Sama dengan prinsip perkawinan menurut UU No 1 Tahun 1974, tujuan dari perkawinan yaitu mewujudkan keluarga yang bahagia  serta dipenuhi kasih saying.
  • Hak dan kewajiban suami istri seimbang. Dalam perkawinan suami dan istri memiliki posisi yang setara tidak ada yang lebih unggul satu sama lainnya.
  • Perceraian di persulit. Meskipun perceraian dalam Islam tidak dilarang akan tetapi prinsip perkawinan menurut kompilasi hukum islam ini mempersulit proses perceraian dengan tujuan untuk mengurangi jumlah angka perceraian.

Latar belakang pernikahan yang dilakukan tidak dicatatkan atau tidak dilakukan pencatatan di depan PPN

Yang melatarbelakangi sebuah pernikahan tidak dilakukan pencatatan di depan PPn adalah adanya kesepakatan antara kedua pasangan untuk tidak mencatatkan perkawinan dikarenakan hubungan yang mereka jalani adalah hubungan terlarang seperti perselingkuhan. Sehingga kedua mempelai tersebut memilih untuk tidak mencatatkan perkawinannya dikarenakan takut apabila hubungan mereka tersebut diketahui oleh pihak korban perselingkuhan tersebut. 

Selain hal tersebut yang melatarbelakangi tidak dicatatkan perkawinan adalah pemahaman masyarakat yang masih rendah terkait pentingnya pencatatan perkawinan, umumnya masyarakat tidak terlalu mementingkan pencatatan perkawinan mereka hanya terfokus pada pernikahan tersebut sah apabila sudah terpenuhi syarat dan rukunnya. Untuk selebihnya sudah bukan menjadi prioritas utama lagi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline