Kapan terakhir kali Anda naik pesawat? Pekan kemarin? Atau malah tadi pagi? Ada satu hal menarik yang sesungguhnya lazim kita temui namun sesungguhnya memberikan pelajaran yang indah.
Mari asumsikan bahwa kita sedang berada di atas pesawat dengan tujuan akhir Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng. Dalam beberapa detik ke depan, pesawat yang kita tumpangi akan melakukan pendaratan atau landing. Sang pilot pun memosisikan pesawat pada ketinggian yang tepat, mengurangi kecepatan, dan memperkirakan waktu yang tepat untuk menurunkan roda pesawat bagian bawah. Demikian halnya pramugari kembali mengumumkan agar penumpang mematuhi regulasi keselamatan.
Dan, kita merasakan perlahan roda pesawat pun mulai menyentuh landasan runway. Dari balik jendela pesawat, kita lihat meski tempat turun penumpang atau apron terlihat berada di sisi kita, pesawat masih terus meluncur untuk mendapatkan kecepatan yang tepat, melaju memutar arah menuju apron. Dan setelah pesawat benar-benar berhenti, barulah pramugari membukakan pintu pesawat sehingga para penumpang dapat mulai turun menuju area mobilitas bandara.
Etika penerbangan ini memberi kita pelajaran untuk membiasakan naik dan turun pesawat di tempat yang sudah ditentukan. Tidak peduli apakah area apron sudah dekat atau belum, sudah terlewati atau belum, para penumpang hanya diperbolehkan turun di apron yang menjadi tujuan akhir pesawat.
Etika penerbangan ini yang kemudian saya biasakan untuk terapkan dalam rutinitas keseharian bersama keluarga. Seperti biasa pagi ini, saya memiliki kegiatan rutin mengantar Izzi (6 th) pergi ke sekolah. Sekolah tempat Izzi belajar juga menjadi tempat saya bekerja atau mencari nafkah. Jadi kami selalu berangkat bersama-sama. Setelah masuk gerbang sekolah, kami tiba di area lobi sekolah yang biasa digunakan untuk orang-orang turun ataupun naik kendaraan.
Meskipun begitu, saya tetap melanjutkan mengemudi menuju area parkir sekolah. Setelah kendaraan benar-benar berhenti, Izzi meraih tas dan botol minum, turun dari kendaraan, berdoa, dan baru berjalan menuju lobi sekolah yang tadi telah kami lewati.
Di Jepang, yang saya kutipkan dari sukasuki.org, masyarakatnya malah tidak sekadar membiasakan tempat di mana mereka harus naik dan turun. Bahkan sampai sedetail di sisi mana mereka harus naik dan turun. Masyarakat Jepang, lebih suka untuk mengendarai transportasi publik ketimbang kendaraan pribadi. Salah satunya bus. Mereka hanya naik dan turun bus di halte bus yang dinamakan basutei. Dan bahkan tidak sekadar naik dan turun di basutei, ketika mereka hendak naik pun sudah diterapkan kebiasaan untuk naik dari pintu belakang bus. Sedangkan jika mereka hendak turun, maka mereka melewati pintu depan bus. Sedetail itu. Agak ribet? Mungkin. Teratur dan rapi? Pasti.
Ini mengingatkan saya ketika beberapa tahun lalu, berkunjung ke salah satu sekolah internasional Jepang yang berada di kawasan Tangerang Selatan. Setiba di lobi utama sekolah, terlihat jajaran rak yang digunakan untuk tempat menyimpan alas kaki. Maka saya pun melepaskan alas kaki yang saya kenakan saat itu, meletakkannya di rak, dan mengenakan alas kaki yang memang sudah disiapkan khusus untuk para pengunjung.
Basutei telah mengajarkan kita untuk memulai dan berhenti, juga masuk dan keluar, di tempat dan di waktu yang tepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H