Lihat ke Halaman Asli

Efektivitas Program Televisi dalam Membentuk Persepsi Sosial di Kalangan Masyarakat Modern

Diperbarui: 8 Desember 2024   22:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 1. Transfromasi Digital (Sumber : aptika.kominfo.go.id)

Di tengah hiruk-pikuk era digitalisasi saat ini, program televisi kian tersisihkan popularitasnya sebagai sarana hiburan. Masyarakat modern kini telah beralih ke media sosial yang lebih praktis dan variatif (Safitri et al., 2024). (Abrahamson, 2017) dalam tulisannya Social Media Is The New Television berpendapat bahwa konten dalam media sosial telah menggantikan peran program dalam televisi di kalangan generasi muda. Untuk itu, stasiun televisi sebagai komunikator massa harus menghadirkan strategi penyajian program yang dapat menarik minat masyarakat modern. Permasalahannya, tidak semua stasiun televisi mampu menayangkan program-program televisi yang menarik dan juga berbobot. Hal ini terjadi di banyak stasiun televisi swasta karena fokus utama mereka yang lebih memaksimalkan rating demi meraup keuntungan finansial (Haryono, 2019). Saat suatu program televisi berhasil memperoleh rating tinggi dan mendapat keuntungan besar maka stasiun televisi lain ikut berlomba-lomba untuk meniru program acara tersebut demi mendapat keuntungan yang sama besar sehingga beberapa program acara di stasiun televisi terkesan memiliki kesamaan pada jenis dan tema (Kui et al., 2020).

Gambar 2. Perbandingan Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Indonesia Tahun 2017-2024 (Sumber : Youtube Chanel Media Center KPI Pusat)

Arlidge (2000) menyebut, “Television really is dumbing down.” Media dan program televisi seperti berita terkini dan dokumenter diambil alih oleh acara obrolan, gosip, drama-drama sinetron, dan konten lainnya yang sebetulnya menarik tetapi kurang bermutu. Yang dikatakan oleh Arlidge pada 24 tahun yang lalu masih relevan hingga sekarang. (Polcari, 2023) melalui artikel yang dirilis melalui Weird Marketing Tales membahas mengenai program tv sampah atau yang disebut sebagai “trash tv”. Trash TV seperti acara reality show percintaan dan relationship tentu tidak bermutu, namun mengapa kru media tetap menayangkan acara seperti itu? Karena acara-acara tidak bermutu tersebut memiliki audiens dan low expenses atau uang yang dikeluarkan sedikit tetapi menghasilkan untung yang banyak sehingga dapat disebut sebagai high return on investment (Haque-Fawzi et al., 2022).

Kualitas tayangan dapat mempengaruhi manusia secara signifikan, membentuk pemikiran dan preferensi politik, bahkan memengaruhi kemampuan kognitif (Rothwell, 2019). Bukti terbaru juga menunjukkan bahwa ada konsekuensi negatif jika kita terlalu sering menonton, terutama jika acaranya sebagian besar bersifat hiburan (Hamzah et al., 2021). Televisi mempunyai pengaruh signifikan dalam kehidupan karena dapat mengubah pandangan nilai dan persepsi masyarakat (Bandura, 2001). Konteks hal ini seperti media-media di Amerika yang mendramatisasi “The American Dream”. American dream adalah cara hidup bahagia dan sukses ala orang Amerika yang dapat dicapai jika kita berkesempatan untuk menetap, dan menjalani kehidupan di Amerika (Minderop, 2006). Televisi tidak selalu memberikan gambaran yang akurat dan realistis tentang dunia. Dibalik dramatisasi tersebut, isu-isu sosial terutama rasisme dan colorism kian memuncak (Dixon, 2015). Warga kulit putih lebih banyak berperan sebagai petugas polisi dan korban, sementara warga kulit hitam lebih banyak berperan sebagai pelaku kejahatan dalam serial televisi.  Fenomena ini dapat menciptakan dan memperkuat stereotip buruk mengenai orang berkulit hitam sebagai orang jahat dan orang berkulit putih sebagai orang baik (Umarela et al., 2020). Konten yang terdistorsi dapat mengarah pada pemikiran stereotip tentang orang kulit hitam.

Gambar 3. Kulit Putih vs Kulit Hitam (Sumber : bbc.com)


Pada awal era pertelevisian, populasi orang-orang yang bekerja di periklanan, berita, dan hiburan didominasi oleh orang berkulit putih. Lalu acara-acara hiburan dan serial-serial televisi juga didominasi oleh sekelompok orang yang dianggap memenuhi standar kecantikan yang bahkan bisa dikatakan nyaris tidak realistis. Sejak awal penggunaan media televisi, cara suatu kelompok masyarakat direpresentasikan sangat penting karena media berpengaruh besar atas pemikiran, sudut pandang, dan persepsi publik.

Dapat disimpulkan bahwa media, dalam konteks ini televisi, memiliki pengaruh besar bagi masyarakat luas. Media membentuk pola pikir publik akan suatu hal (Bachtiar et al., 2016). Maka dari itu, kita sebagai bagian dari masyarakat harus berpikir kritis dan dapat menyaring apa yang kita tonton, dengar, dan apa yang masuk ke dalam otak. Nyatanya dari dulu hingga sekarang, media televisi menyajikan banyak tontonan yang tidak sesuai dengan realitas dan bahkan bisa merugikan individu atau kelompok tertentu (Silviani et al., 2021).

Pemerintah juga seharusnya membuat regulasi yang lebih ketat terkait penayangan acara televisi supaya media televisi tetap menjaga kualitas program tayangannya agar tidak hanya menonjolkan fungsi hiburan, tetapi juga terdapat fungsi informasi dan fungsi edukasi. Dengan adanya regulasi dan campur tangan pemerintah, stasiun televisi tentu akan lebih berhati-hati dengan apa yang ditayangkan dan membuat acara-acara televisi yang lebih berbobot serta memiliki nilai tambah bagi para audiensnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abrahamson, K. (2017). Social Media Is The New Television. Adweek. https://www.adweek.com/performance-marketing/kurt-abrahamson-sharethis-guest-post-social-media-is-the-new-television/

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline