Lihat ke Halaman Asli

Aldy M. Aripin

TERVERIFIKASI

Pengembara

Ahok, Gubernur Penuh Pencitraan

Diperbarui: 10 Oktober 2015   08:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (saat foto diambil masih menjadi wakil gubernur) sedang berada diruang kerjanya di Balai Kota DKI Jakarta | kompas.com"][/caption]Bicara tentang Gubernur DKI Jakarta yang satu ini seakan tidak pernah selesai. Selalu ada hal-hal baru dari seorang Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih akrab dipanggil Ahok. Begitu juga kabar dari para penentang, para oposan, pada haters, para pendukung, Ahok lovers, kawan Ahok sampai pada kelompok netral, ada saja yang layak diperbincangkan.

Mengapa sosok Ahok begitu penuh dengan pencitraan dan fenomenal? saking fenomenalnya Ahok, sampai-sampai setiap hari dianggap pencitraan. Adakah yang salah dengan pencitraan, apa dosanya pencitraan? Saya sendiri menganggap pencitraan sebagai kewajaran jika tidak mau dianggap wajib.  Karena pada dasarnya pencitraan itu baik dan sangat diperlukan untuk meningkatkan branding, sebagai media penyampaian informasi kepada khalayak.

Sosok Ahok menjadi anomali dari kebanyakan pejabat negeri, dengan gaya blak-blakan (slengean?), ceplas-ceplos bahkan terkesan semau gue, menjadi magnet tersendiri bagi media untuk selalu memberitakan hampir semua perkataan, tindakan dan kebijakan Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta. Ahok menjadi fenomenal karena media gencar memberitakannya. Tanpa “bantuan” media, percayalah Ahok tak se-fenomenal sekarang.

Pada dasarnya Ahok hanya gubernur biasa, tidak lebih dari gubernur-gubernur lainnya. Menjadi tidak biasa, karena Ahok mengambil sikap non kompromi dengan keadaan. Sebagai gubernur, Ahok mencoba menjalankan tugasnya diatas rel yang sudah seharusnya dilalui oleh seorang gubernur dan celakanya rel yang hendak dilalui itu penuh dengan onak dan duri yang perlu dibersihkan agar tugasnya sebagai gubernur dapat berjalan. Menjadi heboh kemudian, ternyata onak dan duri tidak sudi disingkirkan begitu saja, dengan kekuatan tajamnya onak dan duri, mereka melakukan perlawanan, padahal mereka sadar, sesadar-sadarnya salah. Tapi demi gengsi dan harga diri, perlawanan tetap dilakukan.

Sikap perlawanan onak dan duri ini, secara tidak langsung mencitrakan perbuatan mereka dan perlawanan Ahok, agar sang gubernur tidak selalu kelihatan baik, dibuatlah citra negatif. Padahal, dengan mencitrakan sang Gubernur Ahok jelek, secara tidak langsung si onak dan duri, memaksa pembaca untuk mencari kebaikan gubernur Ahok.

Saya tidak paham ilmu komunikasi massa, tidak juga mengerti dunia periklanan. Yang saya pahami, jika kita menunjuk orang lain jelek sama saja dengan kita mengakui bahwa kita empat kali lebih jelek dari yang ditunjuk. Begitu juga dengan sebagian orang yang selalu menunjuk kejelekan Ahok, secara tidak sadar mereka juga mengatakan bahwasanya mereka empat kali lebih jelek dari Ahok.

Kondisi inilah yang kemudian secara tidak langsung mengangkat citra seorang Ahok dan menjadikannya gubernur penuh dengan pencitraan. Kondisi ini bahkan mungkin tidak disadari oleh sang tokoh. Singkatnya, adalah benar adanya Ahok Gubernur yang penuh pencitraan karena peran media, peran pecinta Ahok dan tidak ketinggalan peran pembenci Ahok.

Notes :
Ini hanya tulisan ringan tak berbobot, tak perlu diambil hati. Tulisan ini tidak membahas apakah Ahok telah melakukan pelanggaran atau tidak. Tujuan tulisan ini hanya sebatas melihat secara singkat mengapa Ahok dianggap sebagai Gubernur penuh pencitraan. Okey?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline