Lihat ke Halaman Asli

Aldy M. Aripin

TERVERIFIKASI

Pengembara

MOPD Harus di Pertahankan, Hanya Perlu Modifikasi dalam Pelaksanaannya

Diperbarui: 27 Juli 2015   09:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="https://yayasanbustanululumlampung.files.wordpress.com/2012/12/"][/caption]

Illustrasi | https://yayasanbustanululumlampung

Masa Orientasi Peserta Didik (MOPD), ada yang menyebutnya dengan Masa Orientas Sekolah (MOS), dilaksakan setiap tahun ajaran baru, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2014 tentang Orientasi Peserta Didik Baru yang merupakan pengganti Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 112/U/2011.

Merujuk kepada Peraturan yang keluarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 55 Tahun 2014, pasal 2 disebutkan bahwa tujuan diadakannya MOPD pada masing-masing sekolah adalah :

  1. Mengenalkan Program Sekolah.
  2. Mengenalkan Lingkungan Sekolah.
  3. Mengenalkan Cara Belajar.
  4. Mengenalkan Konsep Pengenalan Diri Peserta Didik, dan
  5. Mengenalkan Kepramukaan.

Dan pada pasal 3 ayat 1 dan 2, juga disebutkan dengan jelas larangan pada saat MOPD dilangsungkan, seperti melakukan tindakan kekerasan, pelecehan atau tindakan destruktif lainnya yang merugikan peserta didik baik dilingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah serta dilarang melakukan pungutan biaya yang memberatkan orangtua maupun peserta didik.

Dalam prakteknya, jika pelaksaan MOPD masih dilakukan seperti saat ini, kemungkinan terjadinya penyimpangan atau potensi penyimpangannya sangat besar. Penyimpangan yang terjadi dapat berupa kekerasan fisik maupun psikologis yang diterima dari para senior maupun para guru pendamping. Karena kegiatan MOPD diselenggarakan langsung oleh sekolah, apapun yang terjadi dilapangan, merupakan tanggung jawab pimpinan sekolah yang bersangkutan.

Adalah sebuah keniscayaan jika ada kepala sekolah yang menolak untuk bertanggung jawab atau berpura-pura tidak tahu dengan alasan sudah ada guru pendamping yang bertanggung jawab dilapangan jika terjadi insiden terhadap peserta MOPD. Pelimpahan tanggung jawab kesalahan seperti ini sudah saatnya diakhiri.

Sebagai upaya pihak sekolah untuk memperkenalkan lingkungan sekolah kepada siswa baru, kegiatan Masa Orientasi Peserta Didik Baru penting untuk terus dipertahankan pelaksanaanya, namun ada yang harus diubah, karena selain tidak mendidik juga berpotensi menjadi ajang kekerasan secara psikologis. Beberapa poin yang harus ditata ulang dalam pelaksanaan MOPD, seperti :

  • Tanggung jawab pelaksanan MOPD dibawahi langsung oleh Kepala Sekolah.
  • Pemberian hukuman tidak diserahkan sepenuhnya kepada para senior, definisikan dengan jelas dan terstruktur jenis pelanggaran dan jenis hukumannya, jika dipandang perlu dapat dibuatkan SOP (Standard Operating Procedure).
  • Hindari pemberian nama yang menyinggung suku apalagi dengan menggunakan nama-nama binatang.
  • Kegiatan lebih banyak diarahkan pada pengembangan ketrampilan diri atau kelompok, seperti lomba pidato, cerdas-cermat, kegiatan fisik cukup pada olah raga dan kepramukaan.

Dengan manajemen yang lebih baik dan menjadi tanggung jawab langsung kepala sekolah, diharapkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada MOPD, akan memberikan hasil maksimal bagi para siswa yang mengikuti MOPD. Pemberian hukuman yang dilakukan oleh para senior selama ini terkesan kurang mendidik dan sesukahati harus dihindari, menanamkan displin tidak harus dengan hukuman-hukuman yang terkadang irasional.

Dan yang tidak kalah pentingnya, kegiatan MOPD selain memperkenalkan lingkungan sekolah, kegiatan sekolah, kepramukaan juga diupayakan memberikan kesan yang baik kepada para siswa baru, yang pada akhirnya menumbuhkan kebanggaan rasa cinta kepada lingkungan sekolah dan kegiatan didalamnya, sungkan kepada senoir dan hormat para guru lahir dari hati bukan karena keterpaksaan.

Keterpaksaan yang dirasakan oleh siswa baru, selain menjadi kampanye negatif terhadap sekolah akan berpengaruh pada perkembangan psikologis siswa, sehingga siswa menjadi “dendam” dan akan dibalas pada siswa tahun berikutnya.  Sebagai orangtua kita tidak ingin balas ‘dendam’ berlangsung terus menerus secara berkesinambungan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline