Lihat ke Halaman Asli

Aldy M. Aripin

TERVERIFIKASI

Pengembara

Ngensudah, Prosesi Terakhir Adat Kematian Dayak (Kenyilu)

Diperbarui: 7 Agustus 2015   18:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1430908153682777356

Kematian bagi suku Dayak Kenyilu dianggap sebagai awal dari perjalan menuju alam lain yang mereka sebut sebayan.  Dalam kepercayaan dayak, tidak terdengar alam lain yang bernuansa neraka.  Sebayan adalah sebuah alam baru bagi arwah yang kehidupannya sama dengan alam fana dan mereka percaya alam sebayan itu terletak dilangit.

[caption id="attachment_415494" align="aligncenter" width="474" caption="Hewan seperti sapi merupakan salah satu syarat pokok pelaksanaan ritual Ngensudah | Dok. Pribadi"][/caption]

Inilah sebabnya mengapa ketika orang suku kenyilu meninggal, barang-barang yang berhubungan dengan almarhum disertakan dimakam, karena mereka percaya barang-barang tersebut akan digunakan kelak di sebayan. Agar arwah dapat mencapai sebayan dengan baik dan melupakan sesuatu yang berhubungan dengan dunia keluarga yang ditinggalkan, pada hitungan hari tertentu (umumnya setelah 40 hari), keluarga yang ditinggalkan harus melakukan ritual terakhir yang disebut ngensudah.

[caption id="attachment_415495" align="aligncenter" width="474" caption="Ibu-ibu sedang mempersiapkan diri untuk menari Nganjan/Nganjat dan Bigal, yang merupakan tarian wajib dalam prosesi Ngensudah | Dok. Pribadi"]

14309083001502643538

[/caption]

Keluarga-keluarga yang memiliki kecukupan ekonomi, acara ngensudah akan mengurbankan sapi sebanyak satu ekor atau lebih, tetapi bagi keluarga yang tidak terlalu beruntung, acara ini cukup dengan mengurbankan ternak berupa satu ekor babi.

Acara Ngensudah diawali satu hari sebelum pemotongan hewan, sejak sore hari sapi diikat pada tiang pengikat berukir berupa patung manusia, terbuat dari kayu ulin (Eusideroxylon zwageri), penduduk setempat menyebutnya kayu tebelian.  Pada malam hari, ditempat pengikatan ternak diadakan acara tari-tarian dan tetabuhan gong sampai esok harinya.  Prosesi pengikatan hewan disertai dengan teriakan belele atau pada daerah lainya dinamakan tariu. Teriakan ini sebenarnya teriakan pembangkit semangat ketika berperang.

[caption id="attachment_415496" align="aligncenter" width="474" caption="Perserta sedang melakoni tari Nganjan/Nganjat mengelili sapi yang diikat pada pantar | Dok. Pribadi"]

14309084211172420521

[/caption]

Kayu ukiran patung manusia tempat mengikat hewan dinamakan toras, pada dasar penanaman toras inilah dulunya diyakini ditanam kepala manusia hasil kayau, yang dialam sebayan kelak sipemilik kepala yang ditanam akan menjadi budak/pembantu yang meninggal.  Bersamaan dengan didirikannya Toras, dibuat juga sebuah wadah dari bambu dengan cara menganyam pada bagian ujung atas, pada bambu itu sendiri, diikat beberapa helai daun sabang.

Pembicaraan saya dengan Bpk. Manan, Tumenggung Adat yang menjadi pemimpin acara Ngensudah, membuktikan,  bahwa penanaman kepala tersebut hanya dilakukan sebelum pertemuan seluruh kepala suku dan Tumenggung di Tumbang Anoi, Kalimantan Tengah pada tahun 1894, yang kemudian dikenal dengan Perjanjian Tumbang Anoi.  Bahkan beliau sendiri tidak berani memastikan kebenarannya, karena hanya merupakan cerita dari mulut ke mulut.

[caption id="attachment_415497" align="aligncenter" width="474" caption="Jangan terpesona dengan senyuman manis ibu-ibu ini, perhatikan dengan seksama bawaan mereka, ikut Nganjat/Nganjan dan Bigal berarti siap menikmati minuma yang dibawa oleh ibu-ibu tersebut | Dok. Pribadi"]

1430908552567778498

[/caption]

Tari-tarian, juga dilakukan mengelilingi Toras pada keesokan harinya. Tarian tersebut  hanya ada dua, yaitu Nganjan/nganjat dan BigalNganjan, gerak tarinya lemah gemulai, membutuhkan daya tahan dan keseimbangan yang baik serta dipercaya memiliki daya mistis.  Sementara bigal merupakan tarian dengan gerak sederhana dan berirama ceria.  Sama seperti malam sebelumnya, kedua tarian iringi bunyi gong dan suara tetabuhan (gendang panjang yang pada kedua sisinya ditutupi dengan kulit kering).

[caption id="attachment_415499" align="aligncenter" width="474" caption="Pemotongan Hewan, setelah prosesi tarian Ganjat/Ganjan dan bigal dilakukan | Dok. Pribadi"]

14309086771101110416

[/caption]

Masing-masing tarian diulangi sebanyak tiga kali dan pada sela setiap tarian disertai dengan teriakan belele/tariu.   Pada acara tari-tarian inilah peserta disuguhi minum yang mereka namakan tuak (terbuat dari beras ketan yang ditanak, kemudian difermentasikan dengan ragi tuak),  tidak ada paksaan, peserta boleh menolak minuman yang disuguhkan.  Jangan tergoda dengan rasanya yang manis, karena bagi yang tidak mampu, akan menikmati kepusingan setelah beberapa gelas.

Setelah acara tari-tarian selesai, dilanjutkan dengan pemtongan hewan, mungkin untuk mengakomodir semua tamu yang datang, mereka akan meminta tamu atau orang khusus yang muslim untuk melakukannya.   Jika kebetulan tamu tidak makan daging sapi, masih tersedia ayam kampung sebagai lauk.  Daging sapi kemudian dibagikan kepada semua penduduk dengan prinsip sama ngisa, artinya sama-sama merasakan walau sedikit.  Daging sapi yang disisakan, selanjutnya dimasak dan dijadikan lauk makan bersama.

[caption id="attachment_415500" align="aligncenter" width="427" caption="Tempayak berisi tuak mali | Dok. Pribadi"]

1430908856994179742

[/caption]

Pada malam hari, dilanjutkan dengan acara pembukaan tuak mali yang tersimpan dalam tempayan, pada sisi “mulut” tempayan,  terdapat bambu yang digunakan untuk menyedot tuak didalamnya.  Tuak mali hanya boleh dibuka oleh orang-orang tertentu atau orang yang diminta, untuk membuka  tuak mali seseorang haruslah mengerti urutan bacaan yang harus dibaca dan menjawab beberapa pertanyaan setelah tuak mali dibuka.

[caption id="attachment_415501" align="aligncenter" width="379" caption="Pemangku Adat (Tumenggung) Bpk. Manan sedang melakukan ritual pembukaan tuak mali, menggunakan bahasa yang tidak saya pahami | Dpk. Pribadi"]

1430908931463399370

[/caption]

Jangan mencoba untuk mengelabui dengan berpura-pura menyedot tuak, entah seperti apa teknisnya, mereka tahu seberapa banyak tuak yang kita sedot.  Setelah acara buka tuak mali rampung, acara ngensudah dinyatakan selesai.  Tamu dipersilahkan pulang, tetapi biasanya akan diminta untuk ikutan nganjan dan bigal, kadang malah dangdutan. (*) 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline