Lihat ke Halaman Asli

Aldy M. Aripin

TERVERIFIKASI

Pengembara

RUU KUHP, Hukuman Mati di Hapuskan?

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RUU KUHP yang ajukan ke DPR Oleh Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, mendegradasi hukuman mati | Kompas.com

[caption id="" align="aligncenter" width="562" caption="RUU KUHP yang ajukan ke DPR Oleh Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, mendegradasi hukuman mati | Kompas.com"][/caption]

“Pak, hukuman mati dihapus sama pemerintah”, seorang teman nyeletuk ditengah obrolan santai pagi ini.  “Pemerintah tidak konsisten, sudah melaksanakan hukuman mati, tapi malah berniat menghapus hukuman mati dari KUHP”,  dia melanjutkan dengan nada dongkol.  Saya diam saja, sembunyi-sembunyi saya bertanya pada mbah google, untuk mencari tahu kebenaran ucapannya, ternyata...

Pemerintah melalui kejaksaan agung baru saja rampung melaksanakan hukuman mati terhadap para terpidana mati, pro dan kontra, hujatan dan pujian, cacian dan sanjungan mengiringi pelaksanaan hukuman tersebut.  Yang pro menganggap bahwa hukuman mati layak diterima oleh para pelaku kejahatan luar biasa (termasuk narkoba) sementara kelompok kontra menganggap hukuman mati bertentangan dengan HAM.

Dalam situasi perdebatan yang belum berkesudahan tersebut, ternyata Rencana Undang-Undang KUHP menjadi salah satu dari 37 RUU yang menjadi prioritas diselesaikan tahun ini.  Dalam KUHP, hukuman mati merupakan salah satu Hukuman Pokok, sementara dalam RUU yang baru hukuman mati menjadi Pidana Pokok yang bersifat khusus dan sifatnya alternatif.  Pro dan kontra mewarnai RUU tersebut.

Masinton Pasaribu, Anggota Komisi III DPRRI mengatakan, rencana penghapusan hukuman mati adalah usulan dari pemerintah, sementara menurut Jaksa Agung HM Prasetyo, penghapusan hukuman mati masih merupakan wacana.

Majelis Ulama Indonesia, menentang.

Majelis Ulama Indonesi (MUI), menentang penghapusan hukuman mati dari pelaksanaan hukuman positif.  “Saya lebih setuju hukuman mati tetap pidana pokok, karena indonesia masih memerlukan hukuman mati, terutama untuk kejahatan seperti narkoba”, ujar ketua MUI Hamidan, kepada Detik.com (4/5/2015).

Hamidan juga menjelaskan bahwa hukuman mati masih diterapkan di beberapa negara seperti Arab Saudi dan Negara Bagian di Amerika Serikat.   Namun, Hamidan menegaskan bahwa untuk menetapkan hukuman mati proses persidangan harus melalui pengadilan yang bersih, jujur dan transparan.

Dengan rendahnya kepercayaan Internasional terhadap proses pengadilan di Indonesia, proses pengadilan terhadap kejahatan luarbiasa bisa dijadikan momentum oleh aparat penegak hukum, bukan untuk menghapus hukuman mati, tetapi menunjukan bahwa peradilan dilaksanakan sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku.

Dedradasi Hukuman Mati, usulan pemerintah.

Sejumlah Anggota DPR dari Komisi III, menegaskan bahwa hukuman mati tidak dihapus, karena mengubah pidana pokok menjadi alternatif bukan penghapusan, tetapi menempatkan hukuman mati menjadi pilihan terakhir sebagai bentuk sangsi pidana.

Asrul Sani, Anggota Komis III dari Fraksi PPP, senada dengan Masinton Pasaribu, menyebutkan bahwa usulan draf tersebut berasal dari pemerintah, artinya pergeseran hukuman mati tersebut atas inisiatif pemerintah.

Jika usulan tersebut dilakukan oleh pemerintah, siapa pengusulnya?  Draf RUU KUHP berasal dari Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, diajukan oleh Menkum HAM Amis Syamsudin pada Maret 2013.

Menjadi pertanyaan menarik, apakah pelaksanaan hukuman mati akan hapus secara perlahan dengan adanya penurunan hukuman mati dari Pidana Pokok menjadi Pidana Pokok yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif?  Masih perlu waktu untuk membuktikannya, namun kekhawatiran sejumlah pihak terhadap pergeseran tersebut akan menguntungkan para pelaku kejahatan luar biasa perlu menjadi pertimbangan para pengambil keputusan.  Keinginan pemerintah untuk mengakomodir berbagai kepentingan dan perselisihan paham terhadap pelaksanaan hukuman mati, mungkin menjadi pemicu munculnya wacana ini, tetapi dari sisi lain ditangkap kesan mulai timbul semacam keraguan dari pemerintah, walaupun usulan tersebut dari Pemerintahan sebelumnya.

Apakah dalam pembahasan nanti DPR akan mengamini usulan pemerintah atau Pemerintah yang sekarang mengajukan draf baru, masih belum ada tanda-tanda kearah sama, yang mencuat kepermukaan justru sangkalan dari DPR bahwa usulan tersebut dari Pemerintah bukan dari DPR, sementara Jaksa Agung seperti mengelak dengan mengatakan bahwa usulan tersebut masih merupakan wacana, sementara draf RUU sudah ditangan DPR.  Mana yang benar?, yang benar hukuman mati di turunkan pangkatnya (degradasi) bukan dihapuskan.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline