Lihat ke Halaman Asli

Aldy M. Aripin

TERVERIFIKASI

Pengembara

Pemda DKI Jakarta, Targetkan Pendapatan 1.3 Triliun dari Miras.

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14279746746341343

[caption id="attachment_407239" align="aligncenter" width="534" caption="Basuki Tjahaja Purnama - Gubernur DKI Jakarta | Metrotvnews.com"][/caption]

Dalam rapat evaluasi dan klarifikasi RAPBD 2015 di Kementrian Dalam Negeri, Kamis (2/4/2015), Dirjen Keuangan Daerah, Reydonnyzar Moenek, mempertanyakan adanya target pendapatan sebesar 1,3 T, dari restribusi dan ijin tempat penjualan minuman keras.   Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama tidak menjawab hanya menulis, mungkin mencatat evaluasi dari pak Dirjen.

Jakarta adalah ibu kota Negara, kota yang dianggap termaju, termacet, terpolutip dan ter-ter lainnya. Kumpulan orang-orang dari berbagai penjuru, kaum urban bahkan orang-orang asing pembawa narkoba.  Dikehidupan metropolis seperti Jakarta, mungkin hal yang mustahil menghilangkan miras (maaf), sehingga jika tidak diatur dengan distribusi yang baik, pajak yang tinggi serta pengawasan yang ketat tidak menutup kemungkinan bisa terjadi tawuran hanya karena minuman keras.

Saya mencatat beberapa kemungkinan jika pemerintah DKI Jakarta tidak transparan memasukan rencana pendapatan dari  minuman keras.


  1. Jika mata pendapatan tersebut tidak dicantumkan dan dijelaskan secara gamblang, peluang pemerintah DKI dianggap melalukan korupsi pendapatan miras terbuka lebar, bahkan bisa dipastikan jadi peluang perselisihan baru antara eksekutif dan yudikatif.
  2. Jika mata pendapatan dari retribusi miras dan ijin tempat berjualan miras tidak dicantumkan, lantas dimana pos pendapatan ini diletakkan? Dalam upaya keterbukaan informasi oleh pemda DKI, tentu pihak Pemda mencantumkan “apa adanya”.  Keinginan Pak Dirjen untuk tidak mencantumkan mata pendapatan dari retribusi miras dan perijinannya layak diapresiasi, mungkin dengan berbagai pertimbangan Rencana pendapatan tersebut bisa di masukan ke pendapatan lain, lebih aman dan tidak menimbulkan pergesekan dengan pihak-pihak tertentu.
  3. Jika keinginan Pak Dirjen adalah titah yang tidak terbantahkan, maka secara sadar dan sehat walafiat pak Dirjen telah mengajarkan bagaimana cara efektif mengelabui dan melindungi sesuatu yang dianggap tidak pantas, tapi menikmati dibelakangnya.
  4. Sudah bukan hal yang mengejutkan bahwa lingkungan kita sudah sangat permisif terhadap miras dan peredaran miras sudah seperti airbah.  Wajar jika nilai retribusi dan perijinan menjual minuman keras mendatangkan pendapatan yang sangat besar.   Yang paling mendasar, adalah penggunaan uang tersebut nantinya, walaupun dihasilkan dari “perbuatan yang kurang baik”, bukan berarti hasilnya boleh digunakan secara serampangan.   Peluang penggunaan dana tidak pada tempatnya seperti mendapat “persetujuan” dari Pak Dirjen   Karena tidak dimasukan kedalam pos pendapatan, pengeluarannyapun tidak perlu dicatat.
  5. Angka pendapatan tersebut lebih dari sepertiga total APBD Kalbar tahun 2013, yang ditargetkan Cuma 3,24T, kalau Pak Gubernur bingung mau menempatkan dipos yang mana, mungkin layak dipertimbangkan untuk di Hibahkan ke Kalbar, pak Cornelis (gubernur Kalbar) pasti dengan senang hati menerimanya.

Pak Ahok sendiri mengakui bahwa sulit untuk tidak memberikan ijin peredaran miras di Jakarta, karena jika ijin benar-benar melarang penjualan miras,  maka akan memberikan ruang yang besar pada pasar gelap.  Andai ini terjadi, pengendaliannya menjadi sangat sulit.   Pak Gubernur lebih menekankan kepada upaya pengendalian, artinya miras tetap dijual di Jakarta, tetapi dengan pembatasan dan kontrol yang ketat.  Seperti pembatasan usia yang diperkenankan untuk membeli miras, dijual ditempat-tempat tertentu serta pengenaan pajak yang tinggi.  Mungkin hasilnya tidak maksimal, tetapi pengawasan terhadap peredaran minuman keras bisa dilakukan.

Sumber : republica.co, suarajakarta.co dan news.detik.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline