Lihat ke Halaman Asli

Aldy M. Aripin

TERVERIFIKASI

Pengembara

Pantaskah Tunjangan Kendaraan Pejabat Negara Dinaikan?

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14279189741566119366

[caption id="attachment_407118" align="aligncenter" width="620" caption="Presiden Joko Widodo | tempo.co"][/caption]

Presiden Jokowi, melalui Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2015, meningkatkan fasilitas uang muka pembelian kendaraan untuk pejabat Negara, dari sebelumnya Rp. 116.650.000,- (seratus enam belas juta enam ratus lima puluh ribu rupiah), maka dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 diubah menjadi sebesar Rp 210.890.000,- (dua ratus sepuluh juta delapan ratus sembilan puluh ribu rupiah), atau sebesar 80,79%.

Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2015 merupakan perubahan terhadap Peraturan Presiden Nomor 68 tahun 2010, karena Perpres Nomor 68 tahun 2010 dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan naiknya harga kendaraan bermotor.   Peraturan  perubahan tersebut telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM pada tanggal 23 Maret 2015 yang lalu.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010, Pasal 1, yang dimakud dengan Pejabat Negara adalah :


  1. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
  2. Anggota Dewan Perwakitan Rakyat Daerah.
  3. Hakim Agung Mahkamah Agung,
  4. Hakim Mahkamah Konstitusi,
  5. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dan
  6. Anggota Komisi Yudisial.

Sementara pada pasal 2 disebutkan “Fasilitas uang muka untuk pembelian kendaraan perorangan sebagaimana dimaksud diberikan per periode masa jabatan, dan diterimakan 6 (enam) bulan setelah dilantik”.

Jika dikaji, fasilitas tunjangan kendaraan terebut sudah berusia 5 (lima tahun) baru sekarang dinaikan, kenaikan tersebut pasti menimbulkan beberapa dampak yang bisa menggangu prikologis rakyat, ditengah ancaman kenaikan bahan pangan, naiknya harga BBM, anjloknya nilai tukar rupiah dan rentetan dagelan politik seperti tidak ada habisnya.  Dalam kondisi seperti  ini, pemerintah ternyata kurang peka, bahkan dengan entengnya Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan bahwa pemberian uang muka tersebut tidak bertentangan dengan rencana pemerintah untuk memperbaiki transportasi masal, sampai-sampai sang Seskab berani menghayal, Jakarta 25 Tahun kedepan bakalan lancer jaya.

Pemerintah Tidak Peka Kondisi.

Melihat kondisi masyarakat terkini dan urgensinya Pejabat Negara mendapatkan subsidi pembelian kendaraan pribadi sungguh memprihatinkan, dan dapat disimpulkan bahwa :


  • Rakyat saat ini sedang tersengal-sengal menghadapi kenaikan berbagai macam harga kebutuhan hidup, tekanan psiklogis ini membuat emosi gampang tersulut.
  • BPJS yang diharapkan dapat membantu meringankan biaya kesehatan malah minus dan berencana menaikan premi.
  • Tarif Dasar Listrik untuk keperluan rumah tangga sudah direncanakan naik tanggal 01 April 2015, tapi kemudian dimundurkan sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan, membuat rasa was-was.
  • Kacau dan ricuhnya para Anggota DPR, membuat simpati rakyat semakin susut.
  • Lambannya penanganan eksekusi hukuman mati, menandakan kepastian hokum yang lemah.
  • Tingginya Take Home Pay petinggi Negara, masih perlukah bantuan untuk pembelian kendaraan pribadi?
  • Rendahnya Prestasi sebagian besar pejabat Negara, menjadi pertanyaanya layakkah mereka merema fasilitas yang sejatinya sangat-sangat tidak mendesak.
  • Tidak sanggupkan pemerintah menunda atau bahkan meniadakan bantuan tersebut dikala kondisi Negara hampir carut marut seperti saat ini.
  • Apakah para petinggi Negara tidak malu? Hasil kerja hampir nihil tetapi dapat fasilitas yang tidak mendesak?
  • Rendahnya rasa kepedulian pejabat terhadap kondisi yang terjadi saat ini ternyata harus dibayar dengan imbalan kenaikan tunjangan kendaraan pribadi sampai 80%.
  • Apakah bapakku yang terhormat Presiden Joko Widodo sedang tersandera, sehingga harus mengeluarkan Peraturan yang sejatinya menyakitkan rakyatnya sendiri?

Terlalu banyak untuk dipertanyakan, mengharapkan para pejabat untuk sadar diri tidak menerima fasilitas berlebihan sementara hasil kerja tidak ada, sama saja dengan pungguk merindukan bulan.

Sumber : Seskab.go.id, Tempo.co, Kompas.com, Geotimes.co.id

Bacaan Lainnya :

Keputusan Presiden Menimbulkan Polemik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline