Trend fashion terus berkembang seiring dengan keinginan masyarakat untuk tampil modis dengan mode pakaian kekinian. Namun sayangnya, trend fashion telah membuat industri fashion menjadi industri kedua yang paling merusak lingkungan (Leman, et all 2022).
Sebanyak 10% kerusakan bumi disebabkan oleh industri fashion, terutama oleh proses pewarnaan pakaian dan pengolahannya (Leman, et all 2022). Jumlah air yang dibutuhkan pun lebih besar daripada industri lainnya. Setidaknya dalam proses produksi satu pakaian dibutuhkan 1200 liter air bersih (Muazimah, 2020). Belum lagi dengan limbah kimia beracun dan tingginya energi yang digunakan dalam pengolahan produksi.
Setiap minggunya, setidaknya ada 600-900 pakaian yang diproduksi dalam fast fashion (Muazimah, 2020). Tidak heran jika industri fast fashion diperkirakan menjadi salah satu penyebab meningkatnya kandungan karbon di atmosfer bumi pada tahun 2050 sebanyak 25% (Muazimah, 2020). Hal ini terjadi karena cepatnya produksi dalam industri fashion tidak dibarengi dengan sifat daur ulang yang membuat pakaian berakhir menjadi limbah.
Banyaknya dampak buruk yang ditimbulkan oleh fast fashion mendorong munculnya berbagai gerakan untuk mengatasi permasalahan dalam industri fashion tersebut.
Pada tahun 2017, muncul sebuah gerakan slow fashion dengan tujuan menggandeng merek pakaian di dunia untuk berkontribusi dalam mengubah sistem industri fashion menjadi circular fashion system. Hal tersebut dilakukan karena sistem tersebut berfokus terhadap konsep recyclable material dalam proses desain dan produksinya.
Tercatat setidaknya ada 142 merek mode di dunia yang bergabung dengan gerakan 2020 Circular Fashion System Commitmen (envihsafkm, 2022). Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk mencapai keberhasilan gerakan slow fashion, tidak hanya dibutuhkan kesadaran dari konsumen semata, tetapi juga dibutuhkan keterlibatan dari produsen dan industri fashion itu sendiri.
Tidak hanya ada di luar negeri, gerakan slow fashion juga ada di Indonesia. Salah satu gerakan kampanye slow fashion yang ada di Indonesia adalah pameran yang diadakan oleh fakultas seni rupa Institut Kesenian Jakarta dengan tema "Pameran Tugas Akhir Mahasiswa Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa IKJ" pada tahun 2020. Melalui upaya kampanye dan gerakan slow fashion yang dilakukan oleh beberapa kelompok masyarakat, bukan tidak mungkin jika suatu hari gerakan ini akan mampu mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh fast fashion.
Tidak perlu menunggu gerakan besar dari suatu kelompok karena gerakan slow fashion pun dapat dimulai dari diri sendiri dengan cara melakukan pengurangan pembelian pakaian, memilih pakaian dari brand model yang sustainable, mendukung gerakan thrift fashion, menjual atau menyumbangkan pakaian yang sudah tidak terpakai, merawat pakaian dengan bijak, dan mendaur ulang pakaian yang rusak. Agar tercapai tujuan dari slow fashion untuk menciptakan proses pembuatan produk menjadi yang manusiawi dan menghargai pekerja, komunitas, konsumen, dan planet.
Trend fashion bukanlah sebuah kesalahan, penciptaan model baru dalam sektor tekstil merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan. Akan tetapi, perlu pula diingat prinsip ekonomi sirkular, agar pakaian dapat masuk kembali ke siklus ekonomi setelah digunakan dan tidak berakhir menjadi limbah (Asy'ari & Amalia, 2022).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H