Lihat ke Halaman Asli

Catatan Kecil dari Peran Perpustakaan di Sebuah Kota Urban

Diperbarui: 13 Januari 2019   16:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sumber gambar: https://web.facebook.com/bayu.nggakpenting)

Malam minggu, jalan dan jajan di sekitar Alun-alun Bekasi yang terletak di JL. Veteran sudah biasa bagi saya bersama Dik Mei. Yang luar biasa, ada hal yang membuat wawasan saya bertambah malam minggu ini. Ada hal yang membuat pikiran saya terbuka dan ada hal yang membuat saya harus saling mendengar serta didengar.

Perihal tersebut adalah sebuah diskusi yang bertajuk 'Sinergi Perpustakaan Jalanan Bekasi'. Perpusjal Riung Baca, yang bermarkas di Pendopo Alun-alun Bekasi, menuanrumahi lapakan buku malam ini, Sabtu (12/01). Turut hadir juga teman-teman dari Perpusjal Langit Tjerah, Perpusjal Atap Usang, Perpusjal Bekasi, TBM Rumah Pelangi Bekasi, dan beberapa komunitas lainnya.

Saya datang terlambat. Diskusi mengenai 'Peran Perpustakaan Dalam Sebuah Kota Urban' yang dipantik oleh Vrandes Setiawan (Langit Tjerah) sedang berjalan ketika saya datang. Agaknya suasana sudah memanas.

Saya segera duduk dan mencoba fokus pada diskusi. Saya melihat beberapa peserta yang hadir menyuarakan pandangannya dengan penuh energi yang menggelora. Semangat sekali.

Saat itu, Agi Gori (Langit Tjerah) menyuarakan keresahannya terhadap buku-buku yang belakangan ini di-sweeping (padahal yang melakukan sweeping juga tidak paham betul buku yang disitanya).

Menurutnya, bukan berarti kita membaca buku yang judulnya berbau PKI, lantas kita menjadi bagian dari partai terlarang itu. Apalagi, buku-buku yang disita tersebut memiliki ISBN dan ijin edar. Artinya, sebetulnya tidak ada yang perlu ditakutkan dari buku itu.

(Foto Agi Gori - Langit Tjerah: Dokumen Pribadi)

Pada saat yang sama juga, pikiran saya melayang jauh. Teringat kejadian yang saya alami beberapa minggu lalu. Hari Senin (31/12/18), sewaktu saya dalam perjalanan pulang bekerja menggunakan KRL, kondisi penumpang KRL hari itu tidak padat sehingga saya bisa membaca buku 'Enaknya Berdebat dengan Orang Goblok - Puthut EA'. Buku itu berisi kumpulan esainya Mas Puthut EA. Di saat itu saya baru sampai di halaman 131, esai yang berjudul 'Wawancara Eksklusif Tokoh PKI: Teguh Karyadi'.

Tanpa saya sadarai, ada seseorang (penumpang KRL) yang berdiri di samping saya melirik judul dari esai tersebut. Kemudian orang itu berkomentar, "Lagi baca buku PKI ya, Mas?" Saya diam. Tidak menjawab dan tetap melanjutkan bacaan.

Konsentrasi saya sama sekali tidak terganggu sampai... Ya, cuma sampai beberapa detik aja. Sampai seseorang yang tidak saya kenal itu mengeluarkan ponsel lalu memotret saya dengan gaya paparazinya. Sangat disayangkan, lampu kilatnya menyala. Suara shutter camera pun terdengar. Cekrek... Cekrek...

Sontak, saya terkejut. Karena aksinya saya langsung bereaksi, "Loh, apa-apaan ini. Kok foto-foto?"

"Oh. Enggak kok." Jawab orang itu kikuk. Berusaha mengeles layaknya pencopet yang tertangkap basah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline