Lihat ke Halaman Asli

Langkah Gontai PDIP

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kabar kepindahan ratusan kader PDIP ke Partai Perindo (lihat) hanyalah salah satu tanda partai pemenang Pemilu 2014 itu mulai limbung. Jika kondisi seperti ini terus dibiarkan, sangat mungkin Moncong Putih akan benar-benar ditinggalkan pada 2019 nanti.

Selain Golkar dan PPP, PDIP (dulu tanpa "P") adalah partai lama dengan segudang pengalaman. Sang Ketum Megawati sendiri merupakan tokoh lintas zaman; sejak Orde Baru, Mega sudah mewarnai politik di tanah air. Melihat itu semua, sangat mengherankan jika kini PDIP seperti kehilangan jati diri.

Kegoyahan PDIP tampak dari beberapa kejadian. Pertama, soal DPR tandingan. Ini sudah berlalu, tentu saja. Tapi saat itu kelihatan PDIP terlihat bukan sebagai pemenang Pemilu. Bersama sekutunya seperti PKB, Nasdem, dan Hanura, legislator dari PDIP ngotot membuat DPR tandingan karena merasa tidak terwadahai dalam struktur kepengurusan di DPR.

Kedua, pecalonan BG sebagai Kapolri dan penangkapan ketua KPK Bambang Wijajanto. Respon masyarakat terutama pendukung Jokowi saat Pilpres terlihat begitu jelas. Beberapa tokoh LSM dan akademisi ramai-ramai menyalahkan Jokowi.

Banyak dari tokoh tersebut mempertanyakan komitmen Jokowi dalam pembarantasan korupsi dan semua janji manis yang pernah dilontarkannya. Semakinn parah, sebab saat itu Jokowi tampak seperti petugas partai daripada seorang Presiden yang menerima mandat dari rakyat. Jokowi dan PDIP menjadi bulan-bulanan media maistream dan media sosial. Menghadapi serangan bertubi dan seperti tak ada habisnya itu, respon PDIP tampak sangat konyol dan di bawah standar.

Ketiga, interpelasi dan opsisi terhadap Jokowi. Aneh karena ternyata isu ini datang dari internal PDIP yang notabene partai pendukung Jokowi. Meski, tentu saja, elit PDIP yang lain menyangkal isu ini.

Kegamangan PDIP pada akhirnya tak bisa dilepaskan dari sikap dan perilaku politisi PDIP sendiri. Mereka seringkali menampilkan diri sebagai antitesis dari PDIP semasa kampanye dan pencalonan Jokowi sebagai presiden.

Sekadar mengingatkan, saat sebelum pemilihan presiden PDIP dianggap partai yang bisa mengobati semua kekecewaan publik terhadap partai politik. terlebih ketika PDIP berani mencalonkan Jokowidodo yang saat itu dipuja-puja seantero negeri.

Sikap dan penampilan PDIP ternyata bertolak belakang setelah PDIP berkuasa. kabinet kerja ternyata diisi orang-orang partai yang kualifikasinya tidak jelas. Tapi saat itu langkah Jokowi masih dimaklumi, sebab ada juga menteri yang punya rekam jejak bagus.

Berikutnya, Jokowi yang tentu saja didukung PDIP mengajukan Jaksa Agung yang berasal dari Nasdem. Padahal banyak yang berharap posisi Jaksa Agung dijabat profesional nonpartai. Pertimbagangannya, tidak terjadi konflik kepentingan ketika terjadi kasus menyangkut politisi yang memang rutin terjadi. Banyak yang beranggapan langkah Jokowi hanya didasari oleh alasan kedekatannya dengan Surya Paloh.

Terakhir pencalonan Budi Gunawan sebagai kapolri. Untuk sementara Jokowi bisa bernafas lega. Langkahnya membatalkan pencalonan BG sebagai Kapolri diangap sudah sesuai jalur. Namun, langkahnya yang tak tegas mengatasi konflik KPK-Polri dan membiarkan KPK, lembaga yang mendapat simpati publik, lumpuh terus membuatnya terpojok.

Di internal PDIP sendiri suara untuk Jokowi tidak atau belum pasti. Ada yang mengatakan tegas mengawal Jokowi. Tapi banyak yang bilang akan mengajukan interpelasi terhadap Jokowi yang batal melantik BG (lihat). Sikap PDIP ini sangat merugikan. PDIP akan diingat sebagai partai yang tidak serius memberantas korupsi.

Akhirnya, tak ada cara lain bagi PDIP agar tetap mendapat simpati publik kecuali kembali pada garis perjuangannya seperti membela wong cilik, serius terhadap terhadap pemberantasan korupsi, dan mendukung langkah-langkah Jokowi yang prorakyat. Jika tidak, bersiaplah-siaplah untuk kembali berpuasa pada 2019 mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline