Lihat ke Halaman Asli

Pers Era Revormasi Kemerdekaan

Diperbarui: 23 Desember 2024   20:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perkembangan pers di Hindia Belanda dimulai ketika para misionaris Gereja mendatangkan mesin cetak pertama pada tahun 1624. Akibat tidak adanya tenaga ahli yang cakap, mesin percetakan tersebut tidak dapat dimanfaatkan dengan baik. Kegiatan percetakan benar-benar dimulai pada tahun 1667 oleh pemerintah Belanda untuk mencetak Perjanjian Bongaya, meskipun proses mencetaknya masih dikerjakan oleh swasta. Hingga pada tahun 1718, pemerintah Belanda melakukan kegiatan percetakan sendiri dengan menerbitkan surat kabar berbahasa Belanda. Selain bertujuan untuk menyebarkan Informasi, kegiatan percetakan tersebut juga dilakukan untuk mencetak dokumen resmi terbitan pemerintah Belanda.

Perkembangan pers merupakan cerminan dari setiap era yang dilewatinya. Pers mengalami perkembangan dari yang semula ditujukan untuk kepentingan pemerintah Belanda, pada periode Politik Etis, pers digunakan untuk menyuarakan gagasan pribumi terpelajar dalam meningkatkan kesadaran nasional. Pers mengalami perkembangan hingga periode revolusi yang merupakan periode bersejarah bagi bangsa Indonesia. Periode revolusi merupakan periode peralihan di mana bangsa Indonesia yang semula menjadi bangsa terjajah, berubah menjadi bangsa yang telah berdaulat. Pada periode ini, pers berperan untuk meningkatkan semangat perjuangan sehingga dikenal dengan “pers perjuangan”.

Proklamasi yang dilakukan pada 17 Agustus 1945 menjadi tanda bahwa bangsa Indonesia telah merdeka setelah melalui perjuangan panjang, namun tampaknya perjuangan Indonesia belum berakhir sebab kondisi Indonesia saat itu masih sangat rapuh dan belum stabil sehingga rawan terombang-ambing oleh keadaan. Belanda yang masih ingin mencengkram kekuasaan di Indonesia pun menambah tugas bangsa Indonesia dalam berjuang. Periode pasca prokamasi disebut dengan periode Revolusi Kemerdekaan yang berlangsung antara tahun 1945-1949. Pada periode ini, bangsa Indonesia berjuang untuk menghapuskan konialisme dan menata kehidupan bangsa.

Sebagai negara yang baru saja meraih kedaulatannya, peranan segala pihak tentu sangat dibutuhkan, tak terkecuali peranan pers yang sangat penting untuk menyebarluaskan informasi kepada masyarakat. Tersebarnya informasi kepada masyarakat juga diharapkan mampu untuk meningkatkan rasa nasionalisme dan patriotisme yang saat itu gencar digalakkan. Upaya Belanda untuk meredam semangat patriotisme bangsa Indonesia dalam pers dilakukan dengan mendirikan sebuah percetakan sendiri, sehingga pada periode ini pers terbagi menjadi dua golongan yakni pers terbitan Belanda yang disebut dengan pers NICA dan pers terbitan Indonesia yang disebut dengan Pers Republiken. Pers nasional Indonesia kemudian terbagi lagi menjadi dua kelompok, yaitu pers nasional revolusioner dan pers nasional kontra revolusioner. 

Pers revolusioner merupakan pers yang bertujuan mengobarkan semangat perjuangan untuk melawan sekutu, sehingga tulisan-tulisan yang termuat dalam pers ini umumnya berupa hinaan yang dilontarkan baik secara kasar maupun melalui humor. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa pers Indonesia tidak dapat berkompromi dengan Sekutu. Sementara pers kontra revolusioner yang bertugas menenangkan sikap radikal dan emosional masyarakat. Pers kontra revolusioner ini sejalan dengan pandangan para elit politik yang memilih mempertahankan kedaulatan bangsa melalui perundingan. Berikut merupakan beberapa pers nasional era Revolusi Kemerdekaan yang dimanfaatkan untuk kepentingan perjuangan. 

  • Merdeka

Surat kabar ini terbit pada akhir bulan September 1945, B.M. Diah bersama temannya berhasil mengambil alih surat kabar Asia Raya milik Jepang, yang kemudian diubahnya menjadi surat kabar Merdeka. Nama surat kabar “Merdeka” berasal dari salam yang sering dilontarkan Soekarno untuk membangkitkan semangat perjuangan, sehingga dalam hal ini nama surat kabar Merdeka juga merepresentasikan jiwa bangsa Indonesia yang saat itu telah merdeka. Surat kabar ini terbit pertama kali pada 1 Oktober 1945 di Jakarta dengan motto “Soeara rakjat Repoeblik Indonesia”. Merdeka termasuk ke dalam surat kabar revolusioner yang ditunjukkan melalui sajian salah satu puisi berjudul “Masa Bertindak” yang menggambarkan betapa gawatnya keadaan saat itu, sehingga meminta semua pihak untuk maju berjuang. Lahirnya surat kabar Merdeka ini tidak terlepas dari tujuannya untuk terus mengobarkan semangat rakyat Indonesia, serta menunjukkan sentimen terhadap Belanda yang masih berupaya mengambil alih kembali kekuasaan Indonesia.   

  • Soeara Merdeka

Surat kabar yang lahir di atas puing surat kabar Tjahaja milik Jepang ini terbit pada bulan September 1945 di Bandung. Boerhanoeddin Ananda dan Mohamad Koerdi sebagai pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi surat kabar ini, mengambil alih kantor surat kabar Tjahaja dan diubah menjadi surat kabar Soeara Merdeka. Surat kabar ini termasuk dalam surat kabar kontra revolusioner yang ditandai dengan sikap sopan, ksatria, dan rasional dalam menyampaikan berbagai kritikan di tulisannya. Berbeda dengan surat kabar lain yang cenderung keras dan kasar dalam menyampaikan kritikan, Soeara Merdeka tetap berusaha menyampaikan kritikan dengan tenang namun tepat sasaran. Namun akibat ketidaksenangan Belanda terhadap pers republiken, pada 21 Juli 1947 Soeara Merdeka ini akhirnya dibredel oleh Belanda ketika menduduki kota Tasikmalaya pada Agresi Militer I.

  • Berita Indonesia

 Surat kabar Berita Indonesia atau sering disingkat dengan BI mulai terbit pada September 1945 di Jakarta. Berita Indonesia memiliki motto “soeara perdjoangan dalam kemerdekaan”. Berbagai masalah internal dihadapi oleh BI sebagai akibat dari ketegangan politik yang saat itu tengah terjadi. Bahkan BI semmpat berhenti beroperasional untuk sementara waktu dan kembali terbit pada Juni 1946 dengan warna dan isi yang berbeda.

  • Warta Indonesia

Surat kabar Warta Indonesia yang mulai terbit pada 29 September 1945 ini didirkan sebagai pengganti dari surat kabar Sinar Baroe milik pemerintah Jepang. Surat kabar Warta Indonesia termasuk dalam pers kontra revolusioner yang ditunjukkan melalui terbitan pertamanya bahwa negara perlu menjalankan diplomasi dengan negara-negara serikat untuk menyelamatkan jalannya perjuangan.  Pada pertengahan November 1945, Warta Indonesia terpaksa menghentikan penerbitannya karena ketidakamanan kondisi di kota Semarang yang tengah dikuasai oleh Sekutu. Surat kabar Warta Indonesia menjadi surat kabar yang berusia singkat, namun meskipun demikian perna dari surat kabar ini begitu penting karena telah berkontribusi menyebarkan berita aktual ke daerah di pantai utara Jawa Tengah. 

  • Kedaulatan Rakjat

Surat kabar yang terbit pada 27 September 1945 di Yogyakarta. Kantor surat kabar Sinar Matahar berhasil diambil alih oleh Soemantoro bersama temannya, yang kemudian diubah menjadi surat kabar Kedaulatan Rakjat ketika revolusi Indonesia. Surat kabar ini termasuk dalam pers revolusioner, sebab Kedaulatan Rakjat memandang bahwa politik diplomasi merupakan cara yang kurang efektif dan kurang percaya diri untuk berani menentang di tengah gelombang revolusi. Pada 19 Desember 1948 ketika Belanda melakukan Agresi Militer II, pers Kedaulatan Rakjat akhirnnya ditutup karena dianggap menimbulkan permusuhan terhadap Belanda.

Referensi:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline