Lihat ke Halaman Asli

Alkautsar HolzianAkbar

Mahasiswa/Sosiologi/Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Aksi Solidaritas Santri, Dari Pada Rasis Mending Nuntut Miras

Diperbarui: 30 Oktober 2024   15:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamera Pribadi

Kantor Kepolisian Daerah Istimewah Yogyakarta (Polda DIY) diramaikan dengan aksi demonstrasi pada hari selasa, 29 Oktober 2024. Aksi ini dikuti oleh berbagai elemen masyarakat dan mayoritasnya adalah santri. 

Ribuan santri memenuhi halaman Polda DIY dan menuntut pemerintah untuk mengusut tuntas kasus Penusukan terhadap dua orang santri yang terjadi 23 Oktober 2024 silam. Berawal dari Kasus penusukan tersebut, para santri terodorong untuk menggelar aksi solidaritas dan menyuarakan "tuntutan" agar pelaku diberikan hukuman yang pantas.

Di halaman Polda DIY, saya menyaksikan langsung bagaimana aksi demontrasi itu berjalan. Entah karena sudah menjadi hoby saya untuk mengikuti demonstrasi, atau karena dorongan tugas yang diberikan dosen. Seruan aksi diringi dengan berbagai instrumen, mulai dengan menyanyikan mars Yalal Wathon yang menjadi ciri khas bagi kaum santri, dan juga lagu Buruh Tani yang biasanya dinyanyikan mahasiswa saat demo. Terdapat juga instrumen lain dalam aksi ini, terdapat tulisan-tulisan spanduk dan juga banyak demosntran yang membawa kertas berisikan slogan.

Dari instrumen yang ada, saya jadi memahami bahwasannya demo ini juga merujuk pada tuntutan lain, yakni "Tolak Miras". Penyataan dari Muiz, selaku koordiantor aksi solidaritas santri, semakin memperkuat pemahaman saya tentang arah demonstrasi ini.  Awalnya, saya kira demo ini untuk mendesak pemerintah untuk meningkatkan keamanan di Yogya, namun ternyata juga untuk mendesak aparat memperketat control terhadap peredaran minuman beralkohol.

Kamera Pribadi

 

Yogyakarta memang terkenal dengan peredaran Miras yang cukup tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Meski tidak ada data pasti tentang angka peredaran dan konsumsi miras di Yogya, masyarakat umumnya sudah mengetahui bahwa peredaran miras marak terjadi di Yogya. Golongan mahasiswa khususnya, mereka memahami bagaimana minuman beralkohol tidak sulit ditemukan di lingkungan sekitar.

Terlepas dari soal peredaran Miras, saya tertarik dengan isi tuntutan para santri di aksi ini yakni penolakan Miras. Penolakan Miras dalam demonstrasi ini tentunya tidak hanya bermotif pada pelanggaran HAM yang terjadi pada korban penusukan. Terdapat motif lain yang berbeda dengan pelanggaran HAM dan keamanan lingkungan Yogya, yakni "Haramnya Miras". Haramnya Miras bagi umat muslim sudah pasti diketahui oleh semua orang di seliruh dunia.

Motif-motif lain kiranya sangat mungkin melatar-belakangi konflik Penusukan Santri di atas. Entah itu karena kognitifnya para pelaku, keamanan yang tidak stabil, dan kemungkinan lainnya. Saya sendiri sempat mengamati polemik yang terjadi usai berita tentang Penusukan ini beredar. Opini-opini "berbahaya" pun mulai bertebaran sana-sini, dari yang menyalahkan etnis si pelaku, stereotip-stereotip tak berdasar, sampai rasisme. Akan tetapi, Aksi Solidaritas Santri kemudian memperjelas motif utama yang mestinya diusut. Secara tidak langsung aksi ini mempertegas "Penyebab utama konflik adalah MIRAS!!".

Bagi saya, diangkatnya isu Miras dalam demonstrasi ini memiliki efek positif. Penilaian positif ini tidak disebabkan subjektifitas saya yang bukan pengonsumsi minuman beralkohol, ataupun karena identitas saya sebagai seorang muslim. Namun efek positif ini saya amati dari pra-kondisi demonstrasi dan juga pemetaan konflik yang mengekor dari peristiwa "Penusukan Santri".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline