Lihat ke Halaman Asli

Alkaf Prayoga

Mahasiswa Jurusan Komunikasi & Penyiaran Islam

Tanah Air yang Berisik

Diperbarui: 2 Agustus 2024   02:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kaffprayoga

Di tengah gurun tandus yang terbakar terik, tanah mengerang,
Manusia menggali perut bumi, mencari emas dan bara api.
Apakah yang tersisa ketika pohon-pohon berbisik lirih,
Dan angin membawa bisikan leluhur yang dulu damai?

Di sebuah kafe yang sederhana, empat mahasiswa duduk melingkar. Asap kopi mengepul, menari dalam cahaya lampu yang redup. Amin, Chandra, Ardi, dan Jack terlibat dalam diskusi hangat yang dimulai dengan percakapan ringan tetapi segera berubah menjadi diskusi yang lebih dalam.

Amin: "Kalian dengar tentang tambang baru yang dikelola ormas besar itu? Katanya mereka dapat izin langsung dari presiden."

Chandra: "Ya, aku dengar. Ironis sekali, bukan? Pemerintah seolah menutup mata terhadap dampak ekologisnya. Seolah-olah, dalam mencari kesejahteraan, kita lupa pada amanat UUD 1945 yang menekankan kesejahteraan umum dan keadilan sosial."

Ardi: "Ini semua tentang ketamakan. Tambang bukan hanya sekedar lubang di tanah; itu adalah jurang ketidakadilan. Alam kita dieksploitasi, sementara penduduk lokal merasakan dampaknya paling parah."

Jack: "Aku setuju, Ardi. Ketamakan manusia memang tak berbatas. Dalam nama pembangunan, kita sering melupakan etika lingkungan. Filsafat menyebutnya sebagai 'Antroposentrisme', dimana manusia menempatkan dirinya sebagai pusat alam semesta."

Amin: "Sungguh tragis. Kita lupa bahwa alam adalah bagian dari identitas kita, seperti tertuang dalam nilai-nilai pancasila dan dalam ruh UUD 1945. Kita adalah penjaga, bukan perusak."

Di dalam hati, bisik alam semakin nyaring,
Ia berkata tentang keseimbangan yang terlupakan.
Mengapa manusia harus menghancurkan
Apa yang seharusnya dijaga dengan cinta dan rasa syukur?

Chandra: "Menurutku, kita perlu mengembangkan kesadaran ekologis. Ilmu pengetahuan telah mengungkapkan dampak dari eksploitasi yang tidak bertanggung jawab ini. Namun, jika hanya mengandalkan pemerintah, aku pesimis."

Ardi: "Satirnya, di negeri yang katanya berlandaskan hukum, aturan bisa ditekuk demi kepentingan segelintir pihak. Presiden, dengan mudahnya memberikan izin, seolah masa depan bangsa ini tidak penting."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline