Lihat ke Halaman Asli

Tradisi Lemang Tapai Malam Kamisan dan Pengaruhnya terhadap Masyarakat Suku Serawai Desa Masat

Diperbarui: 29 November 2019   15:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masyarakat Suku Serawai memiliki tradisi Lemang Tapai Malam Kamisan. Tradisi ini sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka hingga sekarang. Tradisi ini dilakukan satu kali dalam satu minggu yaitu malam kamis.

Setiap malam kamis masyarakat di daerah masat akan menjual Lemang Tapai untuk para bujang gadis (laki-laki dan perempuan yang belum menikah). Dalam jual beli Lemang Tapai tersebut terjadi komunikasi antara penjual dan pembeli yaitu antara bujang gadis dan jika mereka merasa cocok maka mereka akan berlanjut sampai ke jenjang pernikahan.

Tapi sebelum menuju ke jenjang pernikahan, apabila bujang ingin berkenalan dengan si gadis, bujang harus kerumah si gadis, bujang harus merayu orangtuanya dengan bahasa yang halus "perambak" dan harus merendahkan diri. Apabila bujang sudah mendapatkan hati sang orang tua maka orang tua tersebut akan segera "membangunkan" anak gadisnya, yang biasanya sudah terlebih dahulu mengintip dari balik kain pintu.

Gadis akan segera keluar apabila dia ada hati dengan tamunya, tetapi apabila si gadis tidak tertarik pada si bujang maka si gadis tidak akan keluar dari kamarnya. Maka pada malam itu apabila mereka setuju akan meneruskan hubungan mereka hingga ke pelaminan.

Lemang Tapai merupakan makanan khas suku Serawai. Lemang adalah beras ketan yang dimasak dengan santan dalam bambu muda. Bahan utamanya adalah beras ketan putih, santan kelapa, daun pandan, dan sedikit garam.

Beras ketan dicuci sampai bersih dan dimasukan ke dalam ruas bambu muda yang terlebih dahulu dilapisi dalamnya dengan daun pisang kemudian baru dituangkan santan ke berasnya dan di bakar dengan bara api, dijaga jangan sampai ruas bambu terbakar. Sedangkan tapai adalah tape beras ketan hitam yang dibuat dengan memfermentasikan beras ketan dengan ragi.

Menurut Bapak Lukman Hamid selaku ketua BMA Kabupaten Bengkulu Selatan. Pada awalnya hari melemang hanya ada pada acara bimbang makan sepagi, akad nikah dan tradisi malam gegerit. Bimbang Makan Sepagi merupakan acara bimbang adat yang menampilkan lemang tapai sebagai makanan khas yang di utamakan, dan bimbang makan sepagi merupakan sebuah pelaksanaan yang termasuk besar, tetapi banyak digunakan oleh masyarakat kelas menengah. 

Pada acara akad nikah ahli rumah menyiapkan 20 batang lemang, 10 batang lemang diberikan kepada Pembina adat dan 10 lemang lagi diberikan kepada pegawai KUA. Sedangkan pada tradisi malam gegerit lemang tapai hanya diberikan kepada para gadis sebagai bukti bahwa mereka telah datang dan mengikuti acara malam gegerit.

Pada malam gegerit ini muda-mudi yang hadir dapat  memilih pasangannya untuk di ajak menari.  Jika ada gadis yang tidak mendapat pasangan akan ditemani oleh bujang inang. Malam ini dapat dikatakan sebagai ajang cari jodoh bagi muda-mudi, bahkan banyak muda-mudi yang rela datang dari luar daerah hanya untuk mengikuti tradisi malam gegerit

Namun tradisi malam gegerit sekarang sudah mulai runtuh dan para muda-mudi lebih banyak mengikuti tradisi lemang tapai malam kamisan. Sama halnya dengan acara malam gegerit pada malam kamisan juga dapat disebutkan sebagai ajang cari jodoh sama seperti malam gegerit, dan banyak muda-mudi yang datang dari berbagai daerah.

Tetapi pada saat malam gegerit acaranya lebih menekankan kepada tarian dan lemang tapai hanya dijadikan sebagai hadiah atau oleh-oleh bagi para gadis yang datang dari berbagai tempat, sedangkan pada malam kamisan yang lebih mendominasi adalah lemang tapainya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline