Sesuai dengan namanya, lokasi kota Bukittinggi memang terletak di wilayah perbukitan. Kontur tanahnya naik turun sehingga untuk berpindah dari satu lokasi ke lokasi yang lain kadang perlu effort yang luar biasa.
Contohnya jika kita berpindah dari Pasar Atas yang terletak di atas Bukik Kandang Kabau ke Pasar Banto atau Pasar Bawah, meski dekat kita harus berjalan mendaki atau menurun di tanjakan yang cukup ekstrim.
Itulah salah satu alasan dibangunnya Janjang Ampek Puluah (Undakan Empat Puluh). Meskipun masih cukup tinggi, tetapi keberadaan undakan ini cukup membantu pergerakan orang-orang yang ingin belanja di tiga pasar tersebut. Secara administratif, jenjang 40 berada di Kelurahan Benteng Pasar Atas, Kecamatan Guguk Panjang, Bukittinggi.
Janjang Ampek Puluah dibangun lebih dari 110 tahun lalu, tepatnya pada tahun 1908 oleh Louis Constant Westenenk yang pada saat itu menjabat sebagai Asisten Residen Agam. Pembangunan janjang ini merupakan bagian dari penataan pasar di Bukittinggi.
Jika dihitung, sebenarnya jumlah janjang seluruhnya dari atas ke bawah katanya jumlahnya 100 undakan, tapi saya tidak menghitungnya.
Jumlah undakan 40 adalah pada bagian teratas anak tangga yang berukuran lebih kecil dan curam.
Pasar Atas Pasar Bawah
Kemarin saya dan istri sempat menuruni janjang ini. Di Pasar Atas kami sempat bersantap siang di Kapau Uni Lis yang cukup kesohor itu. Menu yang cukup terkenal di Kapau ini adalah Gulai Tambusu, yang bahan utamanya dari usus sapi yang diisi dengan campuran telur dan tahu.
Selain Kapau, di Pasar Atas juga terdapat puluhan kios tempat penjualan pakaian bekas eks impor. Kita juga bisa membeli kuliner khas Minang di pasar ini.
Sementara di Pasar Bawah, istri saya berbelanja ikan bilih dan beberapa kuliner lainnya. Saya juga sempat menyeruput dadiah, yogurt susu kerbau khas Bukittinggi.
Renovasi