Setiap kali menonton acara liputan ibadah haji di televisi, selalu muncul kerinduan yang mendalam pada diri saya untuk bisa kembali berziarah ke tanah suci. Masa perjalanan selama 40 hari ke Mekkah dan Medinah memberikan kesan yang mendalam dan tidak mudah terlupakan. Menurut berbagai cerita yang saya dengar, setiap orang yang pernah pergi ke tanah suci pasti punya cita-cita untuk bisa kembali lagi.
Andaikan ada kemampuan dan kesempatan untuk bisa pergi kesana setiap tahun, mungkin banyak orang yang akan melakukannya. Tetapi, jika kita melihat antrian yang begitu panjang, rasanya kita tidak akan tega untuk melakukannya, sementara ratusan ribu lainnya sedang menunggu antrian.
Saat ini untuk bisa menunaikan badah haji, orang harus mengantri lebih dari sepuluh tahun, bahkan di beberapa daerah ada yang antriannya bisa lebih dari 30 tahun. Kalau saat ini kita berusia 40 tahun, maka baru pada usia 70 tahun kita baru bisa berangkat haji. Sungguh penantian yang sangat lama.
Alhamdulillah, pada saat saya menunaikan haji tahun 2013, antriannya belum sepanjang sekarang. Saat itu, antriannya baru 2 atau 3 tahun. Baru setelah itu antriannya terus memanjang seperti yang terjadi sekarang ini.
Berhaji Saat Usia Muda
Pada tahun 2013 tersebut, usia kami berdua adalah 45 tahun. Di dalam rombongan, kami termasuk anggota yang berusia muda, meskipun bukan yang termuda. Di dalam regu, kami adalah anggota termuda.
Sekedar untuk pengetahuan, dalam satu kloter (kelompok terbang) biasanya terdiri dari 450 orang jamaah haji dan dipimpin oleh seorang ketua kloter. Setiap kloter dibagi menjadi 10 rombongan dan dipimpin oleh seorang ketua rombongan (karom) dan satu regu anggotanya 11 orang, dipimpin oleh seorang ketua regu (karu).
Alhamdulillah, dalam perjalanan waktu itu saya mendapat amanah menjadi ketua regu. Anggota regu saya rata-rata sudah berusia di atas kepala enam. Karena itu selama perjalanan, saya dan istri meniatkan diri untuk berhidmat membantu kelancaran seluruh jamaah, terutama anggota regu.
Pergi haji dalam usia muda memang sangat ideal. Ibadah haji, di samping dengan bekal utama iman dan taqwa, juga perlu kesiapan fisik dan mental. Ritual ibadah haji seperti thawaf, sa'i, wukuf dan melempar jumroh semuanya membutuhkan kualitas fisik yang prima.
Karena alasan itu maka pergi haji saat usia muda sudah menjadi cita-cita kami sejak membangun rumah tangga. Meskipun dalam perjalanan waktu kemudian untuk mewujudkan cita-cita tersebut tidak semudah yang dibayangkan.
Setelah menjalani kehidupan keluarga, ternyata kebutuhan juga semakin banyak. Ada keperluan untuk mempunyai rumah, biaya sekolah anak-anak, kebutuhan ini itu dan lain-lainnya. Dengan melihat berbagai kebutuhan tersebut, nyali kami sempat menciut. Cita-cita pergi haji pada usia muda rasanya menjadi seperti khayalan.