‘Leyeh-leyeh’, dalam beberapa hari ini kosa kata dari bahasa Jawa ini mendadak populer. Yang membuat populer adalah Adian Napitupulu, seorang anggota DPR RI yang seharusnya terhormat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Gara-garanya adalah Adian Napitupulu terlihat sedang lelap tertidur dalam rapat paripurna tandingan versi Koalisi Indonesia Hebat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada hari Selasa (4/11/2014) lalu.
Adian mengaku bahwa ia tidak tidur, hanya memejamkan mata sesaat dan tetap bisa mengikuti jalannya rapat tersebut. "Saya tutup mata ya, tidur No! Tidur saat rapat jam 10 pagi? Jam ngantuk biasanya jam 14, 15, 16 bukan jam 10 pagi," ujarnya melalui akunTwitter, @AdianNapitupulu.
Alih-alih meminta maaf atas kejadian tersebut, Adian malah membuat pembelaan diri bahwa yang dilakukannya bukan tidur, “Itu bukan tidur, cuma merem. Emangnya kita enggak boleh merem? Kalau orang Jawa bilang, itu leyeh-leyeh.”
Jawaban Adian tersebut, bukannya menambah simpati orang kepadanya, tetapi malah membuat dia menjadi bahan candaan dan cibiran orang. Sebuah akun twitter dengan nama @abahdinka berkicau, “Bang @AdianNapitupulu akan lebih bijak mengaku drpd bikin alasan yg mbuat abang tmpk spt org gak intelek..”
Akun lain, @eddypasaribu, juga membuat kicauan, “Ngeyel ko lae", lalu akun @RiGelap juga mencuit, “jd tukang Ngeles..!!"
Di samping berbagai tanggapan lewat twitter tersebut, juga banyak tanggapan lain melalui meme. Salah satunya adalah di bawah ini
[caption id="attachment_352559" align="aligncenter" width="465" caption="Meme Adian Napitupulu tidur (Foto : republika.co.id)"][/caption]
Soal ‘Leyeh-leyeh’
Sejak kecil saya cukup akrab dengan kata ‘Leyeh-leyeh’. Leyeh-leyeh kurang lebih berarti berbaring sejenak untuk melepas lelah setelah melakukan pekerjaan yang berat.
Setiap hari saya diajak ke sawah oleh bapak saya, berangkat sekitar pukul 7 pagi. Saya biasanya mendapat bagian tugas membawa perbekalan untuk makan dan minum di sawah.
Di sawah, bersama beberapa buruh yang lain biasanya bapak langsung turun untuk mencangkul atau membajak sawah. Setelah bekerja full selama 3 atau 4 jam, mereka biasanya beristirahat sebentar untuk jeda. Makanan dan minuman yang saya bawa dihidangkan untuk mereka.
Ada yang langsung menikmati hidangan, ada yang mengeluarkan bungkusan tembakau dengan segala ubo rampenya, ada juga yang bersandar di gubuk sawah sambil ‘leyeh-leyeh’. Sekitar seperempat jam kemudian, mereka akan turun lagi ke sawah melanjutkan bekerja sampai sekitar pukul 13.00 siang.
Jadi ‘leyeh-leyeh’ itu dilakukan setelah melakukan pekerjaan berat. Bukan istirahat atau tidur begitu saja. Dan setelah leyeh-leyeh mereka juga langsung melanjutkan pekerjaaan.
Di kampung saya, ada satu kosa kata lain yang ada hubungannya dengan tidur, yaitu nglempus. Nglempus adalah tidur nyenyak tidak pada tempat atau waktunya. Kalau pada jam 06 pagi anak-anak belum bangun, ibu-ibu di kampung saya biasanya akan mengatakan, “Gaweane kok nglempus wae !”, kerjaannya kok tidur saja !
Untuk kasus Adian Napitupulu di atas, setelah melihat berbagai angle gambar yang diambil, saya lebih cenderung mengatakan bahwa Adian Napitupulu bukan sedang ‘leyeh-leyeh’, tetapi sedang ‘nglempus’. Adian Napitupulu tertidur bukan setelah bekerja keras, tetapi tidur tidak pada tempat dan waktunya.
Bagaimana pun alasannya, tidak sepatutnya dia tidur atau memejamkan mata di tempat tersebut. Rakyat Indonesia terlalu mahal untuk membayar anggota DPR RI semacam Adian Napitupulu ini. Kiprah dan perjuangannya belum jelas, yang menonjol malah foto-fotonya yang sedang ‘nglempus’.
Dalam rapat tersebut, saya sebenarnya berharap dia akan berteriak sekencang-kencangnya untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat, sebagaimana dulu yang dilakukannya ketika dia masih berjuang di parlemen jalanan.
Ada baiknya jika Adian Napitupulu meminta maaf kepada rakyat Indonesia, terutama kepada para konstituen yang telah memilihnya. Karena hingga saat ini ternyata dia tidak atau belum bisa melaksanakan tugasnya sebagai anggota legislatif dengan baik.
Saya tidak tahu, apakah Adian Napitupulu ini bisa dikatakan sebagai politisi yang gagal move on apa tidak. Bagaimana pendapat pembaca ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H