Lihat ke Halaman Asli

Alja Yusnadi

Kolumnis, tinggal di Aceh

Ketika “Kaum” Darussalam Keluar dari Sarangnya

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh : Alja Yusnadi

Menarik agaknya, Mencermati rubrik opini Serambi Indonesia beberapa waktu terakhir, seolah mengisyaratkan ; para abdi ilmu pengetahuan di Universitas Syiah Kuala sedang mereproduksi gagasan, dan berusaha menularkannya kepada rakyat aceh. Betapa tidak, sebelum itu jarang sekali para "induk" yang telah melahirkan beribu sarjana, profesi dan pasca sarjana itu menularkan gagasannya di ruang publik yang dapat diakses oleh khalayak ramai, apalagi yang dianggap beresiko terhadap eksistensi keberadaan, dan jabatan.

Sejak aceh dilanda konflik, dan dilanjutkan dengan proses rehab-rekon pasca tsunami, serta untuk menyikapi tiga tahun kepemerintahan aceh yang nota-benenya merupakan pemerintah transisi yang membutuhkan perhatian dan masukan dari berbagai pihak, kaum kampus malah memilih "bungkam", nyaris tidak ada masukan yang konstruktif, apalagi yang membawa nama Universitas. Padahal, secara gelar, Unsyiah cukup memiliki sumberdaya manusia, para professor/guru besar hampir dimiliki setiap fakultas (pengecualian untuk fakultas baru berdiri).

Misalnya saja jika Unsyiah ingin memberi pandangan empiriknya terhadap pembangunan sistem pertanian yang berbasis masyarakat di Aceh, Fakultas pertanian memiliki ahli dibidang itu, begitu juga dengan fakultas-fakultas lain yang memiliki spesipikasi dan keahlian masing-masing, tapi sekali lagi, masukan-masukan konstruktif-jika tidak ingin dikatakan kritik- itu nyaris tidak ada, hanya beberapa tenaga pengajar yang mengatasnamakan pribadi yang muncul diruang yang dapat diakses publik (salah satunya rubrik opini Serambi Indonesia).

Namun, tatkala Martonis (MT), dan dilanjutkan dengan Otto Samsuddin Ishak (OSI) yang berusaha menularkan gagasannya mengenai akreditasi Unsyiah, bak kata pepatah, pucuk dicinta ulam pun tiba, berbalas pantun, beberapa Doktor (DR) dari berbagai disiplin ilmu membalasnya dengan sempoyongan, sehingga menurut Djamaluddin Husita dalam opininya, salah satu doktor itu menggunakan gaya premanisme dengan menggunakan bahasa yang tidak etis, sehingga sang penulis lupa dengan title yang sedang disandangnya.

Polemik Ala Darussalam itu, dimulai dengan opini Martonis (MT) dengan judul Pantaskah Unsyiah Berakreditasi C yang dimuat di serambi edisi 30 Januari 2010, ternyata berbuntut panjang. Penulis buku dari maaf ke panik aceh, OSI, yang menurut DR. Ishak Hasan sudah mempunyai reputasi nasional, turut angkat bicara perihal akreditas unsyiah tersebut.

Rupanya, opini OSI yang juga tenaga pengajar di Unsyiah telah memancing beberapa peraih gelar akademik tertinggi (DR) di Unsyiah untuk keluar dari persembunyianya, dan membalasnya dalam ruang yang sama pula (opini serambi Indonesia).

Sebenarnya, kebiasaan dan selanjutnya menjadi budaya seperti ini sangat bernilai positif jika terus-terusan dilakukan oleh kaum terdidik-akademisi dari berbagai disiplin ilmu, karena dari berbagai komponen, kaum kampus dianggap sebagai salah satu yang berpijak pada kebenaran empiris, bukan kepentingan golongan atau kelompok, sehingga dapat mewakili suara kebenaran. Apalagi misalnya, seorang yang menyandang title DR. bidang koperasi mengomentari tentang pertumbuhan koperasi di aceh, atau DR. ekonomi mengomentari tentang perkembangan ekonomi aceh, tentunya hal tersebut dapat menajadi masukan bagi pengambil kebijakan, dan menjadi referensi bagi masyarakat awam.

Nilai positif lainnya adalah, walau hanya dikemas dalam rubrik opini, paling tidak karya-karya dari lumbung pendidikan tersebut jelas terlihat, sehingga apa yang disebut DR. Nazamuddin dalam opininya tentang lemahnya nilai tawar Unsyiah terhadap Pemerintah dapat diminimalisir. Agar, kedepannya, baik pemerintah aceh atau pun pemerintah kabupaten/kota dapat menjalin kerjasama dengan unsyiah, tentunya setelah terlihat karya-karya nya.

Namun, sangat miris kiranya, jika beberapa DR itu tidak berpijak atas title yang disandangnya. Beberapa argumentasi yang dimunculkan tendensius, menghantam personal, dan nyaris tidak nampak disiplin ilmunya.

Memang, entah ada kaitannya atau tidak, tidak lama lagi, Unsyiah kembali menggelar pemilihan orang nomor satu di perguruan tinggi negeri tertua di aceh tersebut. Terdengar kabar, rektor yang sedang menjabat akan kembali maju sebagai calon in-cumben pada pemilihan yang akan diselenggarakan beberapa bulan lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline